Bisnis.com, JAKARTA - Kabar mengenai hasil putusan atas gugatan terhadap Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) menuai respons dari banyak pihak. Mahkamah Konstitusi (MK) disebut bakal menyetujui sistem pemilu proporsional tertutup.
Awal kabar tersebut bermula dari pernyataan ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana. Dia mengeklaim bahwa mendapatkan informasi bahwa MK bakal menyetujui kembalinya penerapan sistem proporsional tertutup.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut mengatakan bahwa berdasarkan info yang diterimanya itu, komposisi putusan hakim MK yakni 6 berbanding 3 dissenting.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," ujarnya dikutip dari akun media sosial pribadinya, Minggu (28/5/2023).
Denny tak mau membeberkan dari siapa dia menerima informasi tersebut. Dia hanya mengatakan bahwa kredibilitas dari sumbernya itu dipercaya olehnya.
"Yang pasti bukan hakim konstitusi," ujar Denny.
Baca Juga
Apabila putusan hakim MK nantinya mengabulkan gugatan tersebut, Denny menilai pemilu akan kembali ke zaman Orde Baru yang bersifat otoriter dan koruptif.
Saat dikonfirmasi secara terpisah, MK memastikan bahwa agenda persidangan serta pengambilan keputusan oleh hakim belum dilakukan.
"Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin, 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak. Setelah itu, perkara baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh majelis hakim dalam RPH," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Bisnis, Senin (29/5/2023).
Setelah itu, lanjut Fajar, agenda sidang pembacaan putusan baru akan dilakukan setelah putusan sudah disiapkan.
"Selanjutnya, sesudah putusan siap, akan diagendakan sidang pengucapan putusan. Begitu alurnya," terangnya.
Klarifikasi MK pun diamini oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dia menyebut telah berkomunikasi dengan MK, yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan atas gugatan terhadap sistem Pemilu terbuka belum diambil.
Mantan Ketua MK itu menyebut kabar dari Denny Indrayana itu hanya sebatas analisis saja.
"Saya tadi memastikan ke MK apa betul sudah diputuskan [gugatan terhadap UU Pemilu]. [MK menyebut] belum, itu hanya analisis orang luar yang melihat sikap-sikap para hakim MK lalu dianalisis sendiri," terangnya dalam acara Rapat Koordinasi Pemerintah dan TNI/Polri jelang Pemilu 2024, yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Senin (29/5/2023).
Mahfud mengatakan bahwa sidang secara tertutup baru akan dilaksanakan esok lusa, sehingga belum ada keputusan secara resmi yang disampaikan oleh MK. Oleh karena itu, dia berpesan agar seluruh pihak di luar partai politik tak perlu risau.
"Kita tidak perlu risau dengan sistem apapun, itu yang risau ya antar partai politik dan calon [peserta Pemilu] saja. Tugas kita mengamankan dan mengarahkan secara hukum yang berlaku," pesan Mahfud.
Secara terpisah, Mahfud bahkan menyebut informasi dari Denny bisa menjadi preseden buruk hingga bisa dikategorikan sebagai pembocoran rahasia negara. Hal tersebut disampaikan Mahfud melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd.
Dia mendorong MK hingga Kepolisian untuk menyelidiki sumber informasi yang disebut oleh Denny.
"Polisi hrs selidiki info A1 yg katanya menjadi sumber Denny agar tak jd spekulasi yg mengandung fitnah," ucapnya melalui media sosial Twitter, Minggu (28/5/2023).
Menuai Berbagai Respons
Kendati demikian, klaim dari Denny Indrayana sudah duluan menuai respons dari berbagai pihak. Contohnya saja, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan apabila sumber informasi yang didapatkan Denny "reliable", maka akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia.
Melalui akun Twitter pribadinya, SBY mempertanyakan kegentingan dan kedaruratan untuk mengganti sistem Pemilu ketika proses sudah dimulai. Seperti diketahui, partai politik yang lolos verifikasi baru saja menyerahkan daftar calon legislatif (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Ingat, DCS [Daftar Caleg Sementara] baru saja diserahkan kpd KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik," ujarnya, dikutip dari akun @SBYudhoyono oleh Bisnis, Minggu (28/5/2023).
Partai politik juga ikut bersuara mengenai kabar tersebut. Partai Amanat Nasional (PAN), salah satu dari delapan partai yang menolak sistem proporsional tertutup, menyebut partai lainnya akan kembali bertemu apabila MK mengabulkan gugatan.
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan para partai politik yang menolak sistem proporsional tersebut bakal kembali menggelar pertemuan, apabila gugatan itu dikabulkan oleh MK.
"Kita akan melakukan pertemuan lagi. Apa langkah selanjutnya. Karena terus terang ini akan sangat merugikan kita, para partai," ujarnya, Minggu (28/5/2023).
PDIP pun ikut mengkritik Denny yang dinilai membocorkan rahasia negara. Ketua DPP PDIP Said Abdullah bahkan menyebut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu bisa dijerat pidana.
"Saudara Denny Indrayana patut dipidanakan karena menyebarkan berita bohong dan meresahkan masyarakat," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (29/5/2023).
Adapun isu penyelenggaraan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup menjadi polemik setelah masuknya gugatan terhadap UU No.7/2017 tentang Pemilu ke MK. Gugatan itu didaftarkan ke MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Partai politik yang mendapatkan kursi di parlemen saat ini pun berbeda sikap. Dari sembilan fraksi, hanya PDIP, partai dengan kursi DPR terbanyak, yang kukuh mendukung Pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
Sementara itu, delapan fraksi lainnya seperti Partai Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP menyatakan penolakan terhadap usulan sistem proporsional tertutup.