Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar menyentil pernyataan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang meminta DPR untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-undang Perampasan Aset.
Dalam cuitan terbarunya, pangajar hukum di UGM itubmengungkapkan bahwa Jokowi saat ini didukung oleh mayoritas kursi di parlemen. Seharusnya, kekuatan mayoritas itu digunakan untuk membahas UU Perampasan Aset bukannya UU Pilkada.
"Kalo getol untuk UU Perampasan Aset, Pak Presiden yg sy hormati, bapak lebih kuat dlm legislasi, punya koalisi 82% di parlemen, punya penegak hukum yg biasa dipakai nekan-nekan ketua Partai. Kenapa itu dipakai di RUU Pilkada? Bukan dipake di RUU Perampasan Aset? Mikir!," tulis Zainal dalam cuitannya, dikutip Kamis (29/2024).
Hal senada juga disampaikan Denny Indrayana. Denny menuturkan bahwa Presiden Jokowi bisa melakukan banyak hal kalau mau, terutama soal pembuatan aturan perundangan.
Pertama, karena Jokowi punya koalisi super gemuk 82% (oversized coalition), di DPR. Sehingga, apapun kebijakan dan undang-undang yang dia mau, pasti dan mudah saja untuk gol.
Kedua, hak legislasi Presiden Indonesia jauh lebih kuat dari Presiden Amerika. Di Amerika hak legislasi Presiden bisa diveto parlemen, dan Presiden langsung kalah, tanpa bisa memveto balik.
Baca Juga
Di Indonesia, cuit Denny, begitu Presiden tidak ikut membahas, atau bilang tidak setuju sebelum tahap pengundangan, RUU apapun tidak bisa jadi undang-undang, tanpa parlemen bisa melakukan veto atau tindakan perlawanan apapun.
"Nah, jadi kalau Jokowi bilang, yang mengubah melemahkan UU KPK itu adalah inisiatif DPR. Itu pernyataan buang badan, lempar tanggung jawab. kalau Jokowi mau, dia tinggal telepon Ketum parpol koalisi 82% di DPR untuk bilang berhenti. Atau, tidak ikut membahas, selesai masalah," cutinya.
Jokowi & RUU Perampasan Aset
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) turut mempercepat pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset.
Hal ini dia sampaikan saat memberikan tanggapan dari pemerintah terkait langkah DPR yang membatalkan merevisi UU pilkada usai adanya pendemo di Istana Merdeka, Selasa (26/8/2024).
Awalnya, Jokowi mengaku menghargai langkah cepat DPR dalam menanggapi situasi yang berkembang, khususnya respon yang cepat terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/2024 terkait persyaratan calon kepala daerah.
Menurutnya, langkah tersebut adalah hal yang baik, sehingga harapan itu juga bisa diterapkan untuk rancangan undang-undang lainnya.
“Agar bisa diterapkan ke hal yang lain juga, yang mendesak, misalnya seperti RUU perampasan aset, yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi. Juga bisa segera diselesaikan oleh DPR,” pungkas Jokowi.