Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Skenario Putusan MK Atas Sengketa Hasil Pilpres 2024

MK dijadwalkan akan mengumumkan putusan terkait sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada 22 April 2024. Ini 'bocoran' skenarionya.
Aprianus Doni Tolok, Surya Dua Artha Simanjuntak
Rabu, 17 April 2024 | 11:06
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) memimpin sidang perdana perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Sidang tersebut beragenda pemeriksaan pendahuluan dengan penyampaian permohonan dari pemohon. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) memimpin sidang perdana perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Sidang tersebut beragenda pemeriksaan pendahuluan dengan penyampaian permohonan dari pemohon. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan mengumumkan putusan terkait sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada 22 April 2024.

Dalam prosesnya saat ini, MK baru saja menerima simpulan sidang sengketa hasil Pilpres 2024 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), kubu 01 Anies Baswedan - Muhaimin dan kubu 03 Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Kini, delapan hakim konstitusi akan fokus menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) perkara sengketa hasil Pilpres 2024 hingga Minggu, 21 April 2024. Setelahnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan hasil putusan pada Senin, 22 April 2024.

Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK Fajar Laksono menjelaskan, notabenenya RPH sudah dilakukan sejak 5 April lalu. Meski demikian, RPH tidak fokus karena terbagi antara rapat sengketa hasil Pilpres 2024 dengan rapat sengketa hasil Pileg 2024.

Namun, para hakim konstitusi akan fokus ke sengketa hasil Pilpres 2024 selama 5 hari ke depan atau 16-21 April 2024. Apalagi, kini semua pihak terkait sudah memberikan kesimpulan ihwal sidang sengketa hasil Pilpres 2024 ke MK.

"Nah mulai hari ini, tanggal 16 [April] ini setelah kesimpulan tadi, sampai dengan tanggal 21 [April] itu, setiap hari diagendakan RPH fokus untuk pembahasan perkara pilpres," ujar Fajar di Gedung MK, Selasa (16/4/2024) malam.

'Bocoran' Skenario Putusan MK

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengungkapkan beberapa kemungkinan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan hasil Pemilu 2024.

Denny memaparkan bahwa berdasarkan Pasal 77 UU MK, juncto Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023, putusan MK dalam sengketa Pilpres 2024 ada tiga jenis, yaitu permohonan tidak dapat diterima; permohonan dikabulkan; atau Permohonan ditolak.

"Saya meyakini, Mahkamah tidak akan memutuskan permohonan tidak dapat diterima, karena permohonan Paslon 01 dan 03 jelas memenuhi syarat formil untuk diputuskan pokok permohonannya," tulisnya dalam unggahan di X melalui akun pribadinya @dennyindrayana, Senin (15/4/2024).

Lebih lanjut, Denny menyampaikan bahwa opsi pertama yakni MK menolak seluruh permohonan, lalu hanya memberikan catatan dan usulan perbaikan Pilpres, sangat mungkin terjadi.

Dalam putusan tersebut, kata Denny, MK akan menguatkan Keputusan KPU yang memenangkan Paslon 02 Prabowo-Gibran, dan hanya memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan Pilpres, utamanya kepada KPU dan Bawaslu.

Sebaliknya, dia memprediksi kemungkinan MK mengabulkan seluruh permohonan penggugat nyaris mustahil terjadi.

"Dari semua opsi, melihat situasi-kondisi politik-hukum di Tanah Air, termasuk rumit dan sulitnya proses pembuktian, saya berpandangan opsi dua ini hampir muskil bin mustahil terjadi," ujarnya dalam cuitan yang sama.

Selanjutnya, opsi tiga adalah MK mengabulkan sebagian permohonan yakni mendiskualifiasi cawapres Gibran Rakabuming Raka. Meskipun mungkin saja terjadi, Denny menilai opsi ini tetap tidak mudah untuk diputuskan hakim MK.

Kemudian, opsi lainnya adalah MK mengabulkan sebagian permohonan yakni membatalkan kemenangan cawapres Gibran dan hanya melantik capres Prabowo Subianto, lalu memerintahkan dilaksanakannya Pasal 8 ayat (2) UUD 1945. 

"Opsi ke empat ini membutuhkan penjelasan lebih panjang, terutama karena tidak ada dalam permohonan Paslon 01 maupun 03, sehingga menjadi ultra-petita. Dasar amar demikian ada dua. Pertama, peradilan sengketa Pilpres bukan sengketa perdata, tetapi peradilan konstitusional tata negara, sehingga demi menjaga kehormatan konstitusi, bisa memutuskan di luar permintaan para pihak. Hal mana sudah beberapa kali dilakukan oleh Mahkamah," jelasnya.

Kedua, sambungnya, Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 diatur, "Dalam hal dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar selain yang ditentukan sebagaimana pada ayat (1).

"Norma tersebut, dapat dimaknai, Mahkamah membuka peluang ultra petita, bukan hanya di luar yang dimintakan para pihak, bahkan pun di luar ketentuan Peraturan MK atau bahkan UU MK," imbuhnya.

Sementara itu, Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu juga mendorong MK memberi putusan bersejarah dalam perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) Pilpres 2024.

Masinton mencontohkan, MK bisa memutuskan penyelenggaraan pilpres ulang dengan mendiskualifikasi pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden karena pendaftarannya dirasa langgar aturan. Sementara itu, Prabowo tetap bisa berkompetisi, tetapi dengan calon wakil presiden lain.

"Jika keputusan MK nanti itu benar-benar membuat keputusan bersejarah, dengan menganulir hasil pilpres ini, apalagi mendiskualifikasi, umpama yang didiskualifikasi itu wapresnya lah katakan, Pak Prabowo-nya silakan berkompetisi," ujar Masinton dalam podcast yang disiarkan kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Selasa (16/4/2024).

Dia mengingatkan, MK merupakan lembaga tinggi negara yang lahir dari proses Reformasi 1998. MK, lanjutnya, ada karena amandemen UUD 1945 yang diperjuangkan dalam Reformasi '98.

Oleh sebab itu, Masinton merasa para hakim konstitusi punya tanggung jawab sejarah untuk mengembalikan mandat reformasi yaitu mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis.

"Demokrasi ini yang sekarang dinolkan," kata anggota Komisi XI DPR ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper