Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mahfud Sebut Wamen Rangkap Jabatan Komisaris BUMN Melanggar Putusan MK

Mahfud MD menilai wakil menteri yang merangkap komisaris BUMN melanggar putusan MK dan berpotensi korupsi, mengancam tatanan hukum dan kepercayaan publik.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Makassar Sulawesi Selatan, Kamis (13/7/2023), mengajak negara-negara anggota Asean berkolaborasi memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang semakin banyak terjadi di Indonesia./Istimewa
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Makassar Sulawesi Selatan, Kamis (13/7/2023), mengajak negara-negara anggota Asean berkolaborasi memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang semakin banyak terjadi di Indonesia./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai wakil menteri yang kini merangkap sebagai komisaris BUMN, telah melanggar putusan MK dan berpotensi melakukan tindak pidana korupsi.

Mahfud menegaskan bahwa wakil menteri merupakan jabatan politik, bukan jabatan karir sehingga tidak diperbolehkan menjadi komisaris. Menurut Mahfud MD, larangan menteri menjadi komisaris juga berlaku bagi wakil menteri, di mana hal tersebut tertuang di dalam putusan MK pada era Jokowi dulu.

Sejak era Jokowi, ada putusan MK yang menegaskan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri yaitu putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019, di mana dalam pertimbangannya, MK secara eksplisit melarang rangkap jabatan bagi menteri sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 

Larangan itu, ditegaskan MK, juga berlaku bagi wakil menteri. Sementara dalam amar putusannya, permohonan dari pemohon uji materi dinyatakan tidak diterima.

"Begini, MK kan sudah memberi putusan dengan jelas bahwa apa yang dilarang bagi menteri dilarang juga bagi wamen. Kan itu bunyi putusan,” tuturnya di Jakarta, Sabtu (26/7/2025).

Mahfud mengemukakan bahwa merangkap jabatan itu sama dengan memperkaya diri sendiri. Bahkan, merujuk pada pasal 55 KUHP, dia mengatakan yang memberikan jabatan pun bisa terseret dalam pusaran korupsi tersebut.

"Tapi kan lalu alasan konyolnya itu sering begini pak itu kan hanya ada di pendapat mahkamah bukan di amar? Sebenarnya pendapat mahkamah itu ya itulah sebenarnya hukum karena itu yang disebut memori van toechlichting namanya,” kata Mahfud.

Mahfud juga memperingatkan bahwa sikap abai dari pemerintah ini bisa menormalisasi ketidaktaatan hukum. 

Pasalnya, menurut Mahfud, membiarkan pelanggaran ini berlanjut dapat merusak tatanan konstitusional sekaligus menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintahan serta membuka celah penyalahgunaan kekuasaan yang lebih luas di masa depan.

“Tapi kan hukum tuh lagi-lagi produk politik. Kalau pemerintahnya masih abai seperti itu ya akan seperti itu. Tapi kalau pemerintah mau baik-baik, ya yang kemarin sudah terlanjur sekarang sudah putusan MK mari kita hentikan pengangkatan wamen jadi komisaris," ujar Mahfud.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro