Arief Hidayat
Sejalan dengan Saldi Isra, Arief Hidayat merasa ada kejanggalan dalam pengajuan perkara a quo. Menurutnya, muara dan inti isu konstitusionalitas yang dibahas berawal dari perkara-perkara a quo, terlebih ketiga perkara a quo, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, telah diperiksa dan diadili dalam sidang pleno secara bersamaan.
Sementara Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, merupakan perkara yang relatif baru, namun segera diputus.
"Dari kelima perkara a quo saya merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada kelima perkara a quo yang perlu saya sampaikan," kata Arief.
"Karena hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik mana pun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada ideologi Pancasila,"
Kejanggalan lain yang dirasa oleh Arief yakni penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda, kemudian pembahasan perkara nomor 90 dan 91.
Suhartoyo
Hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan dirinya tidak memberikan kedudukan hukum atau legal standing kepada para pemohon atas perkara nomor 29/PPU-XXI/2023 dan 51/PUU-XXI/2023.
Baca Juga
Alasan penolakannya itu berdasarkan status para pemohon, yang bukan subjek hukum yang berkepentingan langsung untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Sehingga menurutnya, pemohon tidak relevan memohon untuk memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 untuk kepentingan pihak lain, sebagaimana dalam petitum permohonannya.