Bisnis.com, JAKARTA - Perdebatan sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup masih bergulir. Polemik terkait wacana perubahan sistem Pemilu 2024 pertama kali muncul setelah diajukannya gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka," seperti dikutip dari Pasal 168 Ayat 2 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dari sembilan partai politik (parpol) di DPR, PDI Perjuangan (PDIP) menjadi satu-satunya partai yang menyetujui adanya perubahan sistem pemilu yang dianut di Indonesia.
Alasannya pun sederhana, partai berlogo banteng merah itu menilai bahwa sistem pemilu tertutup akan membuat partai politik mengedepankan kualitas kader untuk maju sebagai wakil rakyat.
Sebaliknya, jika pemilu dilaksanakan dengan sistem tertutup, maka parpol lebih memilih untuk mengusung kader dengan tingkat popularitas yang tinggi. Tentu hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas akan dinomordumakan pada Pemilu 2024.
“Kami tidak ingin tersandera kapitalisasi di dalam pemilu yang terbuka, yang memang sangat liberal, sangat kapitalistik, yang memang ujungnya sangat [mementingkan] popularitas, yang berbiayanya mahal," terang Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Gedung DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).
Baca Juga
Berbeda dengan PDIP, delapan parpol lain di parlemen kompak menolak penerapan sistem pemilu tertutup di Indonesia.
Kedelapan parpol itu adalah: Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Mereka menilai bahwa wacana perubahan sistem pemilu justru akan menjadi bukti dari kemunduran sistem demokrasi di Indonesia.
Melalui pernyataan sikap yang ditandatangani pada 3 Januari 2023, delapan partai tersebut berkomitmen untuk terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.
Kedua, mereka yang menolak wacana perubahan itu meminta MK untuk konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008.
MK diminta untuk tetap mempertahankan pasal 168 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 sebagai upaya untuk menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.
Ketiga, mereka mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bekerja sesuai amanat UU, tetap independen, dan hanya mewakili kepentingan rakyat dan negara.
Lantas, apa perbedaan antara sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup?
Sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilihan yang telah diterapkan sejak Pemilu 1999 dan 2004.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem yang memberikan kewenangan kepada pemilih untuk memilih langsung calon anggota legislatif yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.
Dengan menganut sistem pemilu terbuka, masyarakat dapat secara langsung melihat nama atau foto kandidat dalam proses pencoblosan.
Kertas suara yang telah dicoblos oleh pemilih nantinya akan dimasukkan ke dalam surat suara dan dilakukan penghitungan oleh panitia pemilu. Kandidat yang berhasil memperoleh suara terbanyak, maka akan ditetapkan sebagai anggota legislatif DPR dan DPRD terpilih.
Adapun, sistem pemilu terbuka mulai diterapkan di Indonesia pada Pemilu 2004 dan masih digunakan dalam pelaksanaan Pemilu 2019.
Penggunaan sistem pemilu ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sistem Tertutup
Mengutip buku 'Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca-Amandemen UUD NRI 1945' karya Jamaluddin, sistem pemilu proporsional tertutup adalah penentuan calon legislatif terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya, tetapi atas dasar perolehan suara dari partai politik.
Jika sistem yang digunakan ialah sistem pemilu proporsional tertutup, maka pemilih tidak dapat memilih secara langsung para calon legislatif, namun pemilih hanya dapat memilih partai politik yang menjadi peserta pemilu saat itu.
Dalam pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup, pemilih hanya dapat melihat logo partai pada surat suara yang disediakan. Sementara, calon legislatif akan dipersiapkan secara langsung oleh partai politik peserta pemilu.
Sistem pemilu tertutup sendiri pernah menjadi sistem yang digunakan oleh Indonesia dalam pelaksanaan Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, serta Pemilu 1999.