Kabar24.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri terus meningkatkan sistem pengawasan area rawan korupsi sebagai bagian dari pembenahan pengawasan kepala daerah.
Minimnya tingkat pembenahan pada faktor tersebut memicu banyaknya kasus yang menyeret pimpinan daerah terjerat dalam perkara hukum.
"Kami saat ini fokus pada lima area untuk meminimalisir kejadian tindak pidana korupsi. Kuncinya memahami perencanaan dana anggaran, retribusi pajak, hibah dana bansos, pengadaan barang dan jasa dan jual beli jabatan," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, mengutip keterangan resminya, Rabu (7/2/2018).
Dia melanjutkan, setidaknya terdapat enam gubernur yang kini tersandung masalah hukum yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Itu [yang tertangkap] belum termasuk walikota dan bupati yang kena," jelasnya.
Tak hanya itu, Tjahjo mengungkapkan kendala lain yang kerap memicu peluang terjadinya penyimpangan wewenang oleh kepala daerah disebabkan adanya puluhan ribu peraturan yang tumpang tindih di sejumlah daerah.
Baca Juga
Menurut Tjahjo, saat era otonomi daerah kali ini, terdapat perbedaan yang dimiliki Kemendagri jika dibandingkan demham era sebelumnya.
"Sekarang di era otonomi beda, ada kewenangan terbatas. Kemendagri hanya sebagai departemen regulasi, bisa memberikan sanksi pada kepala daerah, tapi bersifat terbatas," ucapnya.