Bisnis.com, JAKARTA - Kisruh antara PDI Perjuangan alias PDIP dengan Tia Rahmania akhirnya berlanjut ke ranah pidana. Kubu Tia akan melaporkan semua pengurus partai berlambang banteng tersebut ke Polri.
Penasihat hukum Tia Rahmania, Jupryanto Purba menegaskan bahwa tuduhan PDIP terhadap kliennya tidak benar dan fitnah serta tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Dia mengakui bahwa kliennya sudah pernah dilaporkan Bonnie Triyana ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran administratif pemilu.
Namun, menurutnya, putusan menyatakan bahwa kliennya tidak terbukti melakukan pelanggaran adninistrasi seperti yang telah dituduhkan Bonnie Triyana.
"Tia tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilu. Hal tersebut tertuang di dalam no putusan nomor:002/LP/ADM.PL/BWSL.PROV/11.00/IV/2024," tuturnya dalam keterangan resminya, Kamis (26/9/2024).
Selain itu, dia juga mengemukakan kliennya juga sempat dilaporkan atas dugaan tindak pidana. Namun hasilnya, laporan tersebut tidak dilanjutkan karena tidak memenuhi unsur tindak pidana.
Baca Juga
"Putusan laporan tindak pidana pemilu dengan nomor laporan : 005/REG/LP/PL/11.00/IV/2024 tidak ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu dan tercantum pada Formulir Model B.18 Bawaslu Provinsi Banten," katanya.
Dia juga menilai bahwa tindakan mahkamah PDIP merupakan fitnah dan suatu kejahatan terhadap kehormatan seseorang.
"Fitnah itu, itu mau kita clearkan, kejahatan itu terhadap kehormatan seseorang. Besok kemungkinan laporannya," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa kliennya baru tahu soal perubahan namanya di KPU pada hari Senin 23 September 2024 malam, hari yang sama ketika ia mengkritik keras Wakil KPK Nurul Ghufron.
"Sedangkan surat pemecatan fisiknya baru diantarkan ke rumah Tia pada hari ini yaitu Kamis 26 September 2024. Padahal surat itu telah ditanda tangani 13 September dan tidak pernah disampaikan ke Tia Rahmania, sehingga muncul dugaan adanya kelompok kejahatan yang sengaja ingin menjatuhkan Tia Rahmania menjelang pelantikannya," tuturnya.
PDIP Jelaskan Perkara
Di sisi lain, PDI Perjuangan (PDIP) mengungkap alasan di balik pemecatan kadernya yang juga merupakan anggota DPR terpilih 2024–2029 dari Dapil Banten 1, Tia Rahmania.
Juru Bicara PDIP Chico Hakim mengatakan bahwa Tia sebelumnya memang sudah dipecat oleh partai.
Chico mengungkap bahwa pemecatan Tia bermula dari putusan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Provinsi Banten pada 13 Mei 2024, di mana delapan kecamatan di Dapil Banten 1 (Lebak-Pandeglang) terbukti bersalah melakukan tindak pelanggaran penggelembungan suara.
Perbuatan delapan PPK itu disebut menguntungkan Tia Rahmania.
Kemudian, pada 14 Agustus 2024, Mahkamah Partai PDIP menyidangkan kasus Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo dari Dapil Jateng V. Mahkamah Partai memutus keduanya terbukti melakukan penggelembungan suara dan melanggar kode etik dan disiplin partai.
Sekitar dua pekan setelahnya, DPP PDIP mengirimkan surat beserta hasil persidangan Mahkamah Partai ke KPU. Hal itu lantaran Tia menjadi salah satu anggota DPR terpilih untuk lima tahun ke depan dari Dapil Banten 1.
Adapun pada 3 September 2024, Mahkamah Etik/Badan Kehormatan PDIP melalui sidang etik akhirnya memberhentikan Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo atas pemindahan perolehan suara partai ke perolehan suara pribadi.
"Mahkamah Etik memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman pemberhentian," ujarnya kepada Bisnis melalui keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).
Sebagai konsekuensi pemecatan Tia dan Rahmad sebagai kader, DPP pada 13 September 2024 mengirimkan surat pemberhentian keduanya kepada KPU. Lalu, 10 hari setelahnya atau 23 September KPU merilis Keputusan KPU 1206/2024 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR.
Artinya, kehadiran Tia pada acara pembekalan untuk anggota DPR terpilih oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) berada pada hari yang sama SK KPU itu diterbitkan di situs resmi.
Untuk itu, Chico pun memastikan tidak ada kaitan antara kritik terbuka Tia di acara tersebut ke Ghufron dengan pemecatannya.
"Sama sekali tidak [ada hubungannya, red]," lanjut Chico.
Sebagai informasi, lanjutnya, Mahkamah Partai menyidangkan total 180 kasus perselisihan perolehan suara dan pelanggaran kode etik dan disiplin partai.
Kasus yang disidangkan terjadi di level DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi dan DPR RI.
"Dari 180 kasus, ada 11 perkara yang dikabulkan, antara lain untuk DPR RI Bonnie Triyana di Dapil Banten I dan Didik Hariyadi di Dapil V Jateng," pungkas Chico.