Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh melakukan pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi.
Dalam sidang pembacaan dakwaan hari ini, Senin (6/5/2024), Gazalba disebut melakukan pencucian uang dari hasil korupsi untuk membelanjakan sejumlah aset, membayar pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan menukarkan mata uang asing.
"Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," demikian bunyi surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
JPU menyebut Gazalba mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaannya merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. Sehingga untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usulnya, Gazalba disebut membelanjakan, membayarkan atau menukarkan mata uang sebagai harta kekayaan tersebut atas nama pihak-pihak lain seolah-olah berasal dari hasil yang sah.
JPU menyebut pencucian uang yang dilakukan Gazalba berasal dari hasil tindak pidana korupsi berupa gratifikasi yang diterima selama 2020–2022. Uang gratifikasi yang diterima olehnya yakni sebesar 18.000 dolar Singapura (seperti dakwaan kesatu) dan penerimaan lain senilai 1.128.000 dolar Singapura, US$181.100 dan Rp9.429.600.000.
Berdasarkan perhitungan Bisnis sesuai kurs rupiah terhadap dolar Singapura dan AS pada periode itu, nilai uang hasil korupsi yang dijadikan pencucian uang oleh Gazalba mencapai lebih dari Rp23 miliar.
Baca Juga
Pada 2020, JPU juga menyebut Gazalba menerima bersama dengan advokat Neshawaty Arsjad gratifikasi terkait dengan perkara Peninjauan Kembali (PK) dari pemohon Jaffar Abdul Gaffar. Nilainya mencapai Rp37 miliar.
Secara terperinci, pencucian uang yang dilakukan Gazalba yakni untuk membeli satu unit Toyota New Alphard senilai Rp1.079.600.000; sebidang tanah/bangunan di Jagakarsa, Jakarta Selatan; sebidang tanah di Kabupaten Bogor; tanah/bangunan di Citra Grand Cibubur, Bekasi.
Kemudian, membayarkan pelunasan KPR di Sedayu City at Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur sebesar Rp2.950.000.000 miliar.
Selanjutnya, menukarkan mata uang asing dengan nilai total 139.000 dolar Singapura dan US$171.000 menjadi mata uang rupiah mencapai Rp3.963.779.000.
Sementara itu, pada dakwaan pertama, Gazalba disebut menerima gratifikasi terkait dengan perkara kasasi pengusaha Jawahirul Fuad senilai Rp650 juta. Perkara kasasi dimaksud yakni No.3679 K/PID.SUS-LH/2022.
Jawahirul Fuad merupakan pemilik usaha UD. Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Dia kemudian ditetapkan tersangka lalu diputus bersalam dalam persidangan dengan hukuman penjara satu tahun.
Usai kalah juga pada tingkat banding, Jawahirul mengajukan kasasi. Pada 2022, dia dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti. JPU menyebut uang dari Jawahirul itu diterima oleh Gazalba melalui perantaraan Ahmad Riyad.
"Bahwa terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad keseluruhan sejumlah Rp650.000.000,00 di mana Terdakwa menerima bagian sejumlah SGD18.000 atau setara dengan Rp200.000.000,00 sedangkan sisanya sejumlah Rp450.000.000,00 merupakan bagian yang diterima oleh Ahmad Riyad," lanjut JPU.
Atas perbuatannya sebagaimana dakwaan pertama, Gazalba diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 12 B jo pasal 18 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada dakwaan kedua, Gazalba diancam pidana sebagaimana pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.