Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ad hoc Jimly Asshiddiqie memberikan komentar terhadap tiga pasangan calon yang telah memperoleh nomor urut sebagai peserta Pilpres 2024.
Dia mengimbau agar seluruh pihak berpartisipasi dalam pemungutan suara pada Februari mendatang, serta agar melupakan isu aturan main yang sebelumnya telah diputus MK.
"3 paslon pilpres sudah resmi disahkan dan sudah dapat nomor urut masing-masing, tinggal dipilih pada 14 Februari 2024 yang akan datang. Lupakan isu aturan main yang sudah diputus MK," tulisnya di X/Twitter, dikutip Rabu (15/11/2023).
Menurutnya, masyarakat dapat mencegah terjadinya perpecahan dengan menghindari untuk memilih pasangan calon yang tidak disukai.
Selain itu, mantan Ketua MK ini juga mendorong para pemilih agar berpartisipasi sesuai aspirasi dengan tidak saling menjelek-jelekkan.
"Cukup jangan pilih yang tidak disuka. Pilih sesuai aspirasi dengan tidak jelek-jelekkan yang lain," lanjutnya.
Baca Juga
Dia juga menggarisbawahi agar pendukung tiap paslon saling menghormati satu sama lain dan menghindari kampanye negatif, lebih lagi kampanye hitam.
"Hormati pendukung mereka. Hindari kampanye negatif, apa lagi kampanye hitam," katanya di akhir cuitan.
Sebagai informasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan pengundian dan penetapan nomor urut capres-cawapres pada Selasa (14/11/2023) kemarin.
Hasilnya, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapatkan nomor urut 1. Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapatkan nomor urut 3. Terakhir, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapatkan nomor urut 2.
Beberapa pihak menyoroti lolosnya Gibran, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebagai cawapres. MK yang pada saat itu diketuai Paman Gibran, Anwar Usman, mengeluarkan putusan No.90/PUU-XXI/2023 yang mengatur batas usia capres-cawapres.
Usai putusan yang kontroversial itu, Gibran akhirnya melenggang sebagai cawapres Prabowo. Sementara itu, oleh MKMK, Anwar Usman akhirnya diberhentikan sebagai Ketua MK karena terbukti melanggar etik dalam putusan tersebut.