Bisnis.com, JAKARTA –Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai jumlah perusahaan rintisan (startup) bidang teknologi agrikultur (agritech) masih minim di tengah krisis pangan global.
Di sisi lain, kata Jokowi, jumlah perusahan rintisan (startup) Indonesia sekarang terbanyak ke-6 di dunia setelah Amerika Serikat, India, Inggris, Kanada, dan Australia. Dari banyaknya startup yang ada, 23 persen bergerak di bidang financial technology (fintech) dan 14 persen rirel.
Sementara itu, startup bidang agrikultur hanya 4 persen.
"Padahal kalau dilihat urusan krisis pangan ke depan akan jadi persoalan besar yang harus dipecahkan teknologi, itu adalah kesempatan," katanya dalam acara BUMN Startup Day, Senin (26/9/2022).
Lebih lanjut, dia menilai di dalam urusan pangan tersebut dimensinya juga luas dari produksi, distribusi, hingga barang tersebut sampai ke pasar. Urusan pangan pun tak hanya beras, tapi juga komoditas lain seperti sayur hingga sagu.
Oleh karenanya, Jokowi mengingatkan pelaku startup dan anak muda bahwa kondisi ini adalah kesempatan besar untuk memulai startup bidang agritech.
Baca Juga
Berdasarkan data Statista pada 2022, pasar agritech global saat ini bernilai US$19,91 miliar. Beberapa faktor berkontribusi terhadap pertumbuhan pasar agritech.
Meski begitu, laporan tersebut mengamini bahwa mungkin kekhawatiran yang paling menonjol terkait tantangan agritech adalah bagaimana makanan diproduksi. Data historis menunjukkan bahwa teknologi di pertanian telah tumbuh dari US$9,58 miliar pada 2017 menjadi US$12,4 miliar pada 2020.