Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kritik Wakil Ketua MPR Soal Komnas HAM Tolak Hukuman Mati Herry Wiryawan

Hidayat mengkritik Komnas HAM dan pihak lain yang ngotot agar RUU TPKS segera disahkan namun menolak tuntutan dan vonis hukuman mati pelaku kejahatan kekerasan seksual.
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak/Antara
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengkritisi pernyataan Ketua Komnas HAM yang tidak setuju pemberlakuan hukuman mati sekalipun terhadap Herry Wiryawan, si penjahat seksual terhadap 13 santriwatinya.

Hidayat mengkritik Komnas HAM dan pihak lain yang ngotot agar RUU TPKS segera disahkan untuk melindungi korban kekerasan seksual, tapi menolak tuntutan dan vonis hukuman mati terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Mereka yang menolak agar konsisten dengan menghormati dan melaksanakan prinsip konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 sehingga praktek hukum merujuknya pada peraturan yang berlaku di Indonesia, negara lain.

“Ini sekaligus juga bukti keseriusan dan komitmen untuk memberantas kekerasan dan kejahatan seksual, apalagi ketika anak-anak yang menjadi korbannya. Sanksi hukuman mati itu diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang malah dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU Perlindungan Anak,” katanya melalui keterangan pers, Sabtu (15/1/2022).

Pria yang disapa HNW ini menyatakan bahwa meski UUD 1945 memberikan jaminan terhadap hak hidup, pelaksanaannya itu dibatasi.

“Artinya, sanksi hukuman mati itu tetap sah diberlakukan selama diatur melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia,” jelasnya.

Lebih lanjut, HNW menuturkan bahwa UU Perlindungan anak telah dengan jelas mencantumkan beberapa ketentuan hukuman mati terhadap kejahatan serius terhadap anak.

Selain Pasal 81 ayat (5) terkait kekerasan seksual terhadap anak yang dikenakan kepada Herry Wirawan, ada pula Pasal 89 ayat (1) yang mencantumkan hukuman mati terkait pelibatan anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan/atau psikotropika.

Di tengah semakin meningkatnya kejahatan/kekerasan seksual terhadap anak, sudah semestinya pasal-pasal dari UU Perlindungan Anak yang mengatur sanksi maksimal hingga hukuman mati.

Anggota Komisi VIII DPR yang juga membidangi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu juga mendukung tuntutan jaksa terhadap Herry Wirawan yang menambahkan sanksi.

Menurutnya, inu sebagai usaha menghadirkan efek jera agar orang lain berpikir berulangkali untuk melakukan perbuatan serupa.

Apabila ada pihak yang berdalih tidak ada korelasi antara hukuman mati dan efek jera dengan argumen bahwa kejahatan masih ada, logika tersebut, tambah HNW, sesat dan tak sesuai dengan prinsip negara hukum seperti yang berlaku di Indonesia.

“Kalau cara berpikirnya seperti itu, maka semua sanksi pidana yang ringan sekalipun akan bisa dianggap tidak diperlukan, karena dianggap tidak memiliki efek jera, karena masih terjadinya kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat,” ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper