Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperketat proses pengadaan.
Hal itu menyusul banyaknya pejabat di kementerian itu yang diduga menerima aliran dana terkait kasus suap proyek-proyek SPAM tahun anggaran 2017-2018.
Sejauh ini, setidaknya 59 pejabat baik Kasatker dan PPK telah mengembalikan uang ke KPK dengan nilai total seluruhnya mencapai Rp22 miliar, US$148.500 dan SG$28.100 yang berasal dari proyek-proyek SPAM yang digarap oleh PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) dan PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP).
Lembaga itu juga beberapa waktu lalu telah menyita 5 batang logam mulia masing-masing 100 gram dari salah satu pejabat di Kementerian PUPR terkait kasus tersebut.
"Pengembalian uang itu ada dari dua tersangka, sisanya dari para saksi. Artinya, ini dari pejabat-pejabat yang berada dan bertugas di Kementerian PUPR," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (13/2/2019).
KPK menduga bahwa penerima aliran dana tersebut tidak berhenti di ke-59 orang itu mengingat banyaknya proyek SPAM di Kementerian PUPR.
Baca Juga
Selain itu, proyek-proyek SPAM tersebut kerap dimenangkan oleh PT WKE kendati telah melalui proses tender. KPK sebelumnya menduga bahwa proses tender telah diatur.
"[proyek SPAM tersebut] hampir selalu dimenangkan oleh PT WKE, jadi bagaimana prosesnya perusahaan itu [selalu] menang, jadi perhatian bagi KPK," katanya.
Lembaga antirasuah itu pun meminta agar kementerian pimpinan Basuki Hadimuljono itu semestinya konsen dalam pengawasan internal agar lebih ketat dan lebih tegas dalam menerapkan aturan di proses pengadaan.
"Jangan sampai terjadi seperti kasus PT WKE ini ketika ada yang ditujukan untuk masyarakat justru di sana banyak aliran dana [untuk] puluhan pejabat di Kementerian PUPR," ujarnya.
Di sisi lain, KPK terus menelusuri pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara ini. Tak hanya PPK dan Kasatker, penerimaan dana juga diduga diterima oleh direktur di Kementerian PUPR.
Dalam pemeriksaan lanjutan hari ini, Rabu (13/3/2019), KPK telah memeriksa Gatot Prayogo selaku swasta dan Rosmala Dewi selaku Kasatker OP Balai Wilayah Sungai Sumatra VII untuk saksi terhadap tersangka Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare.
"Kepada para saksi, tim penyidik KPK mendalami pelaksanaan proyek dan juga penelusuran terhadap dugaan penerimaan yang lain," ujar Febri.
Adapun dalam perkara ini, empat dari delapan orang tersangka akan segera diadili di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Keempatnya berasal dari pihak pemberi yaitu Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) Budi Suharto dan Direktur PT WKE Lily Sundarsih yang merupakan istri dari Budi.
Kemudian, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Iren Irma selaku anak dari Budi dan Lily. Sementara satu lagi adalah Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Sementara empat tersangka lainnya sebagai pihak penerima dalam kasus ini masih dalam proses penyidikan. Mereka adalah Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare dan PPK SPAM Katulampa Meina Waro Kustinah.
Kemudian, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch. Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Adapun keempat tersangka itu diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.
Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa high-density polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Untuk proyek tersebut masing-masing diduga menerima sejumlah uang. Anggiat Partunggul Nahot Simaremare diduga menerima Rp500 juta dan US$5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung, dan Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Meina Waro Kustinah diduga menerima Rp1,42 miliar dan SG$22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan HDPE di Bekasi serta Donggala dan Palu, Donny Sofyan Arifin diduga menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Di sisi lain, lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu juga tidak menutup kemungkinan bakal menjerat korporasi dalam hal ini adalah PT WKE dan PT TSP mengingat banyaknya proyek yang digarap oleh kedua perusahaan itu dengan lelang yang telah diatur.