Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terus menelisik dugaan penerimaan aliran dana untuk para pejabat di Kementerian PUPR terkait kasus dugaan suap proyek-proyek SPAM.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan sejauh ini sudah ada 55 orang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kasatker yang telah mengembalikan uang senilai total Rp20,4 miliar, US$148.500 dan SG$28.100 ke KPK.
Untuk menelusuri aliran dana tersebut, lembaga antirasuah itu terus menjalankan proses penyidikan. Aliran dana tersebut diduga berasal dari PT Wijaya Kusuma Emindo (WKEl dan PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) yang merupakan korporasi penggarap proyek-proyek tersebut.
"Kami sedang menjalankan penyidikan untuk pihak-pihak yang diduga sebagai penerima," kata Febri, Kamis (28/2/2019).
Febri mengaku cukup banyak pejabat yang diduga menerima aliran dana dari kedua korporasi itu. Tak hanya PPK dan Kasatker, penerimaan dana juga diduga diterima oleh direktur di Kementerian PUPR.
"Nah, yang ini yang akan kami gali terus karena dugaan aliran dananya cukup masif. Banyak orang yang diduga mendapatkan aliran dana dari proyek air minum tersebut," ujarnya.
Pada perkembangan lain, KPK juga telah menyita 5 batang logam mulia masing-masing 100 gram dari salah satu pejabat di Kementerian PUPR terkait kasus tersebut.
Namun demikian, dia tidak menjelaskan secara rinci identitas pejabat itu mengingat masuk dalam materi penyidikan. Dia menduga bahwa penyitaan itu memang berkaitan langsung dengan kasus SPAM ini.
Sebelumnya, KPK juga telah menyita sebuah rumah dan tanah dari seorang Kasatker di Kementerian PUPR yang berlokasi di Taman Andalusia, Sentul City, dengan nilai Rp3miliar.
Febri menyarankan agar para penerima aliran dana untuk bersikap kooperatif menyerahkan penerimaan tersebut mengingat akan menjadi pertimbangan keringanan secara hukum.
Sementara itu, empat dari delapan orang tersangka dari kasus dugaan suap proyek-proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018 telah naik ke tahap penuntutan seiring rampungnya proses penyidikan.
Pelimpahan berkas dilakukan terhadap beberapa berkas dan tersangka yakni Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (PT WKE) Budi Suharto dan Direktur PT WKE Lily Sundarsih yang merupakan istri dari Budi.
Kemudian, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Iren Irma selaku anak dari Budi dan Lily. Sementara satu lagi adalah Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
"Dalam proses penyidikan, para saksi yang telah dilakukan pemeriksaan untuk keempat tersangka tersebut berjumlah 80 orang dari berbagai unsur," kata Febri, Selasa (26/2/2019).
Keempat tersangka tersebut rencananya akan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, dalam waktu dekat.
Adapun selain keempat tersangka sebagai pihak pemberi, KPK juga menjerat empat tersangka lain sebagai pihak penerima dalam kasus ini.
Mereka adalah Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Waro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch. Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Terhadap mereka, KPK juga telah memperpanjang masa tahanan selama 30 hari ke depan dimulai 27 Februari s/d 28 Maret 2019.
Adapun keempat tersangka itu diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM Tahun Anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa.
Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa high-density polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Adapun untuk proyek tersebut masing-masing diduga menerima sejumlah uang. Anggiat Partunggul Nahot Simaremare diduga menerima Rp500 juta dan US$5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung, dan Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Meina Waro Kustinah diduga menerima Rp1,42 miliar dan SG$22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan HDPE di Bekasi serta Donggala dan Palu, Donny Sofyan Arifin diduga menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Di sisi lain, lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu juga tidak menutup kemungkinan bakal menjerat korporasi dalam hal ini adalah PT WKE dan PT TSP mengingat banyaknya proyek yang digarap oleh kedua perusahaan itu dengan lelang yang telah diatur.