Bisnis.com, JAKARTA — Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra membeberkan alasannya mau menjadi saksi meringankan untuk mantan Ketua KPK Firli Bahuri di kasus dugaan pemerasan di Kementan RI.
Dia mengatakan bahwa dirinya selalu melihat kasus hukum pidana harus menjunjung keadilan. Singkatnya, apabila penyidik bisa menghadirkan saksi yang memberatkan, maka terdakwa juga berhak memiliki saksi meringankan.
"Kalau penyidik boleh menghadirkan saksi memberatkan, saksi mahkota, menghimpun begitu banyak alat bukti, maka orang yang dijadikan tersangka dapat diberikan hak yang sama supaya penyelidikan dan penyidikan itu berjalan secara adil dan berimbang," ujarnya kepada wartawan di Bareskrim, Senin (15/1/2024).
Kemudian, dia juga menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi No.65/2010 soal perluasan pengertian saksi, yang pada intinya setiap orang yang tidak selalu melihat, mendengar, dan mengalami, tetapi dia mengetahui persoalan yang terjadinya suatu dugaan tindak pidana bisa menjadi saksi.
Adapun, putusan MK No. 65/2010 dirilis terkait Pengujian Undang-Undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara Perdata (KUHAP).
"Maka itu saya bersedia menjadi saksi a de charge dalam kasus ini," tambahnya.
Baca Juga
Selain itu, Yusril menambahkan bahwa pasal yang dipersangkakan kepada Firli Bahuri yakni Pasal 12 e dan Pasal 12B tentang perubahan UU Tipikor adalah aturan yang sempat dibahasnya kala menjadi pejabat pemerintah sebelumnya.
"Tentang perubahan UU Tipikor yang kebetulan saya yang membuatnya. Jadi saya yang pada waktu itu men-draft kemudian mewakili presiden membahas RUU perubahan UU korupsi itu ke DPR sampai selesai," pungkasnya.
Sebagai informasi, Firli ditetapkan menjadi tersangka oleh Polda Metro Jaya pada Rabu (22/11/2023) malam.
Mantan Kabaharkam itu diduga telah melakukan tindakan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Adapun, barang bukti penetapan tersangka Firli Bahuri di antaranya dokumen valas senilai Rp7,4 miliar dan beberapa dokumen penggeledahan hingga bukti elektronik yang diserahkan KPK.