Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri mulai menyelidiki laporan terkait dugaan kebocoran Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konsitusi (MK).
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan laporan polisi itu telah diterima penyidik dari pihak SPKT pada Senin (13/11/2023).
"Laporan sudah kita terima dan saat ini kami sedang melaksanakan penyelidikan. Tanggal 13 November kemarin laporan diterima oleh Dittipidum dan kami sudah melengkapi administrasi penyelidikan," ujar Djuhandani kepada wartawan, Jumat (17/11/2023).
Dia menyebutkan bahwa hingga saat ini pihaknya telah melakukan klarifikasi terhadap lima orang saksi pada tahap awal. Hanya saja, Jenderal Bintang satu itu belum merincikan siapa saja saksi yang dimaksud.
"Saat ini kami sudah mengklarifikasi 5 orang saksi dan kami sedang mempelajari perkara ini lebih lanjut," tambahnya.
Sebagai informasi, kasus ini dilaporkan oleh Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) melaporkan kasus kebocoran informasi putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres ke Bareskrim Polri.
Baca Juga
Pelaporan itu dilakukan oleh Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K), Maydika Ramadani yang teregister dengan nomor: LP/B/356/XI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 8 November 2023.
"Berkenaan dengan bocornya rapat permusyawaratan hakim [RPH] Mahkamah Konstitusi dimaksud, maka kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi [P3K] merasa perlu untuk mewakili masyarakat Indonesia dalam hal membuat Laporan Kepolisian," kata Maydika dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023).
Dia menilai bahwa kebocoran informasi itu telah melanggar ketentuan pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi UU No. 7 Tahun 2020 Tentang Mahkamah Konstitusi, serta kejahatan terhadap keamanan nasional, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 112 Jo. Pasal 322 KUHP.
Maydika juga menyampaikan tujuannya membuat laporan polisi ini agar perbuatan yang menimbulkan keresahan hingga kegaduhan masyarakat itu tidak terulang kembali.