Bisnis.com, JAKARTA - Polisi menyampaikan telah memeriksa 91 saksi dalam kasus dugaan pemerasan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Ade Safri Simanjuntak mengatakan selain 91 saksi, ada juga delapan orang ahli yakni hukum pidana hingga ahli di bidang multimedia yang telah memberikan keterangan dalam kasus yang ikut menyeret Ketua KPK Firli Bahuri itu.
"Sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 91 orang saksi, dan delapan orang ahli. Delapan orang ahli ini di antaranya adalah empat orang ahli hukum pidana, kemudian satu orang ahli hukum acara, satu orang ahli atau pakar mikroekspresi, satu orang ahli digital forensik dan yang terakhir adalah satu orang ahli bidang multimedia," kata Ade kepada wartawan Kamis (16/11/2023).
Saksi-saksi tersebut di antaranya Ketua KPK Firli Bahuri, mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, ajudan Firli Bahuri bernama Kevin Egananta.
Kemudian, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, Direktur Dumas KPK Tomi Murtomo hingga dua orang eks pimpinan KPK Saut Situmorang dan M Jasin juga turut diperiksa.
Namun demikian, setelah hampir mencapai seratus orang yang memberikan keterangan, pihak kepolisian tak kunjung menetapkan tersangka pada kasus pemerasan di Kementan atau eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Baca Juga
Terkait hal ini, Ade menegaskan bahwa pihaknya tengah melakukan konsolidasi dan analisis dan evaluasi (Anev) dari serangkaian temuan pada tahap penyidikan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Nanti kita update rekan-rekan sekalian yang jelas dari serangkaian perjalanan penyidikan kurang lebih satu bulan satu minggu hingga hari ini, tim penyidik akan melakukan konsolidasi dan anev hasil sidik yang kami lakukan untuk menentukan langkah tindak lanjut penyidikan yang dilakukan," tambahnya.
Mantan Kapolresta Solo itu juga membantah adanya kendala dalam pengungkapan kasus pemerasan ini. Artinya, kata Ade, dalam pelaksanaan dari penyidikan kasus ini pihaknya akan mengedepankan profesionalitas, transparansi dan akuntabel.
"Jadi pada tahapan penyidikan yang harus kita lakukan dalam rangka mencari dan menemukan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Artinya, bahwa penyidik yang melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi tidak menemui kendala dalam pelaksanaan penyidikannya," pungkasnya.
Drama Pemeriksaan Firli
Nama Ketua KPK Firli menjadi yang paling disorot dalam kasus ini. Sebab, di antara pimpinan KPK lainnya, baru Firli yang dimintai keterangan oleh tim penyidik gabungan Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.
Dalam pemeriksaannya di Kepolisian, mantan Kabaharkam itu mampu menggocek dua kali awak media. Misalnya, pemeriksaan pertamanya di Bareskrim pada Selasa (24/10/2023), keberadaan Firli di Bareskrim hampir tak terendus media.
Padahal, wartawan di lokasi sudah menjaga titik akses ke Bareskrim Polri hingga memantau juga keluar masuknya kendaraan yang digunakan Firli untuk menjalani pemeriksaan yakni Toyota Camry Hybrid bernopol B 1990 WIB. Dalam kesempatan ini, Firli telah melakukan pemeriksaan selama tujuh jam.
Kemudian, masuk ke pemeriksaan tambahan atau kedua, Firli Bahuri sempat mangkir dua kali karena tidak menghadiri panggilan Bareskrim. Alasannya, pada (7/11/2023) tidak hadir karena perjalanan dinas ke Aceh.
Selanjutnya, pada (13/11/2023) Firli absen karena sudah agenda memenuhi panggilan Dewas KPK. Uniknya, pada kesempatan yang sama Dewas KPK juga sudah mengumumkan bahwa pihaknya tidak bisa melakukan pemeriksaan karena ada agenda rapat di luar kota.
"Hari ini [13/11], kami semula mengundang tanggal 14 [November], kemudian kami minta dimajukan hari ini [pemeriksaan], karena besok [14/11] Dewas persiapan untuk raker," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho.
Alhasil, dua agenda pemeriksaan dari Polda Metro Jaya dan KPK tidak dihadiri oleh Firli. Setelahnya, Biro Hukum KPK meminta pemeriksaan Firli dilakukan di Bareskrim pada (16/11/2023) dan kemudian dikabulkan tim penyidik kepolisian dengan agenda pemeriksaan 10.00 WIB.
Pada hari pemeriksaan di Bareskrim, kedatangan Firli kembali tak terendus oleh media yang menjaga di sejumlah titik. Namun ternyata Firli tiba lebih awal dari jam pemeriksaan. Selang lima jam kemudian, kabar Firli telah diperiksa membuat heboh awak media yang berjaga.
Misalnya di dua Lobi Bareskrim, Gedung Rupatama, hingga pintu keluar Bareskrim dijaga awak media. Namun, wartawan kembali digocek Firli yang keluar dari gedung Bareskrim dan tetiba sudah berada di mobil Hyundai bernopol B 1917 TJQ.
Menariknya dalam pantauan Bisnis di lokasi pukul 14.36 WIB, Mantan Purnawirawan Polisi Bintang Tiga itu terlihat bersembunyi dengan tas yang menutupi mukanya. Setelah melewati plang keluar Mabes Polri, mobil yang membawa Firli ini langsung melesat meninggalkan lokasi.
Dalam pemeriksaan keduanya di Bareskrim, Firli dicecar sebanyak 15 pertanyaan dalam kurun waktu sekitar empat jam atau dari 10.00 WIB hingga 13.45 WIB. Pemeriksaan itu membuahkan penyitaan dokumen ikhtisar LHKPN Firli Bahuri.
Awal Mula Kasus Pemerasan
Awal mula kasus ini terjadi saat beredarnya surat panggilan kepolisian kepada sopir dan ajudan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementan.
Kabar tersebut termuat dalam surat Polda Metro Jaya dengan No:B/10339 MII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus yang diperuntukkan kepada sopir SYL bernama Heri, sedangkan untuk ajudannya bernama Panji Harianto termaktub dalam surat No:B/10338 MII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus.
Dalam dokumen tersebut, keduanya diminta untuk memberikan keterangan pada 28 Agustus 2023.
Syahrul yang turut diperiksa dalam perkara ini mengumumkan bahwa seusai dari perjalanannya ke Eropa dia langsung dipanggil Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan.
"Semua yang saya tahu sudah saya sampaikan, dan secara terbuka saya sampaikan apa yang dibutuhkan penyidik, prosesnya berlangsung cukup panjang hampir 3 jam. Saya capek banget, sementara saya baru pulang," tuturnya Rabu (4/10/2023).
Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri mengatakan bahwa perkara yang berawal dari pengaduan masyarakat itu resmi naik ke penyidikan usai dilakukan gelar perkara pada Jumat (6/10/2023).
Dia menjelaskan dugaan yang pidana korupsi berupa pemerasan dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain oleh pegawai negeri, menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang memberikan sesuatu, menerima pembayaran dengan potongan, serta gratifikasi.
"Dari hasil pelaksanaan gelar perkara dimaksud, selanjutnya direkomendasikan untuk dinaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan," jelasnya pada konferensi pers hari ini, Sabtu (7/10/2023).
Polisi menduga ada pelanggaran terhadap pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B, atau pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.