Bisnis.com, JAKARTA - Ukraina menyebut Rusia sebagai negara teroris dalam sidang di Pengadilan Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau yang dikenal sebagai Mahkamah Internasional (ICJ).
Sidang yang digelar pada Selasa (6/6/2023) itu menjadi momen pertama pengacara dari Ukraina dan Rusia bertemu di Mahkamah Internasinal sejak Moskow meluncurkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Sidang dimulai dengan pembahasan terkait kasus dukungan Moskow terhadap separatis pro-Rusia yang disalahkan karena menembak jatuh pesawat Malaysia Airlines MH17 pada 2014.
Sebuah panel yang terdiri dari 16 hakim di ICJ mulai mendengar berbagai pernyataan Ukraina terkait pelanggaran perjanjian anti-terorisme yang dilakukan oleh Rusia.
Dalam klaim yang sama, Ukraina juga telah meminta pengadilan yang berbasis di Den Haag, Belanda ini untuk memerintahkan Rusia menghentikan diskriminasi terhadap kelompok etnis Tatar Krimea di semenanjung Ukraina, wilayah yang dikuasai oleh Rusia sejak 2014.
Selanjutnya, Duta Besar Ukraina Anton turut mengomentari ledakan yang terjadi di pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kakhovka, Ukraina.
Baca Juga
Menurutnya, hal ini menjadi upaya Rusia untuk membuat Ukraina menghentikan serangan balasannya.
“Rusia tidak dapat mengalahkan kami di medan pertempuran, sehingga mereka menargetkan infrastruktur sipil untuk membekukan kami agar kami tunduk,” ujarnya dikutip dari Reuters, Selasa (6/6/2023).
Seperti diketahui, Rusia dinyatakan sebagai pemegang kendali menyeluruh dari pasukan separatis pro-Rusia yang menembak jatuh pesawat terbang MH17 dengan rudal buatan Moskow pada 17 Juli 2014.
Mahkamah Internasional yang juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia menemukan bukti bahwa Rusia menjadi pihak yang mendanai pemberontak yang bertanggungjawab atas bencana MH17.
Bukti ini lantas disebut sebagai kekalahan besar bagi Moskow, yang akan meningkatkan tuntutan hukum dan korban konflik atas kerusakan atau reparasi.