Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengkritik pengubahan sejumlah nomenklatur kebijakan saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Tahun 2023 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa, Barat, Selasa (17/1/2023).
Dalam sambutannya, Kepala Negara mengaku sering kesulitan untuk menyampaikan pesannya lantaran adanya beberapa nomenklatur kebijakan diubah menjadi lebih sulit untuk diucapkan.
Pakar Linguistik Universitas Indonesia Frans Asisi Datang mengaku setuju dengan kritik halus yang disampaikan Presiden ke-7 RI itu saat menyampaikan pembahasan terkait dengan perizinan untuk investasi.
“Memang, pergantian istilah jangan sekadar suka-suka seseorang. Jika tidak ada alasan mendasar, seperti istilah lama berkonotasi negatif bagi kelompok tertentu, tentunya tidak perlu diubah,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (18/1/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa ada baiknya ketika pemerintah ingin memberikan istilah baru, apabila memungkinkan melalui pendekatan yang singkat dan lebih sederhana.
“Singkat saja seperti RI, MA, dan lainnya sehingga menghemat. Akan tetapi, apabila memilih tiga atau lebih kata ataupun huruf juga tidak masalah, asalkan mewakili konsep yang mau disampaikan,” tuturnya.
Baca Juga
Senada, pakar Forensik Bahasa dari Universitas Nasional Wahyu Wibowo memaknai bahwa istilah dan akronim memang dibuat untuk mempermudah masyarakat memahami dengan cepat serta meminimalisir multitafsir dari suatu kata tertentu jika disusun panjang.
“Setuju, maksudnya [memang untuk] efisiensi, tetapi orang Indonesia suka benar dengan pembuatan istilah, dan dibuat tanpa mematuhi kaidah. Semestinya, sebagaimana diketahui, istilah dibuat oleh Pemerintah melalui Lembaga Bahasa yang dimiliknya dalam tujuan penyeragaman dan penertiban makna. Jadi, peran Lembaga Bahasa memang sungguh berat. Oleh sebab itu, benarlah apa yang dikatakan Jokowi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi mengaku resah dengan pergantian istilah perizinan bangunan dari semula Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Kemudian, urusan investasi ini adalah masalah kalau dulu namanya IMB, sekarang namanya PBG [Persetujuan Bangunan Gedung], namanya gonta-ganti dan ini yang bikin ruwet kita, padahal nama itu dua kata saja lah. Izin Gedung [IG] sudah cukup. Jadi, dulu IMB [Izin Mendirikan Bangunan]. Ini ganti Persetujuan Bangunan Gedung. Izin Gedung gitu aja, karena yang paling penting bukan namanya tetapi penyelesaiannya agar cepat,” imbuhnya.
Sekadar informasi, dalam pidato tersebut orang nomor satu di Indonesia ini menekankan permasalahan tata ruang di daerah dan perizinan pembangunan menjadi dua hambatan besar terhadap investasi tanah air.
“Ada dua masalah besar di daerah, pertama mengenai tata ruang menjadi problem besar investasi kita, sekarang namanya kesesuaian KKPR [Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang], aduh karena kita sering [pakai singkatan] panjang-panjang kadang saya suka [sulit],” gerutunya.
Lebih lanjut, Mantan Wali Kota Solo ini menilai, persoalan tata ruang merupakan masalah bagi sebagian daerah yang tak kunjung menyelesaikannya sehingga dia meminta DPRD setempat untuk segera membereskan urusan tersebut.
“Jadi, KKPR ini menjadi problem bagi separuh daerah. Separuh daerah kita masih belum menyelesaikan KKPR-nya. sehingga saya minta di sini ada Ketua DPRD agar dengan Pemda segera menyelesaikan urusan ini,” pungkas Jokowi.