Bisnis.com, JAKARTA - Selepas menghadiri KTT ASEAN, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD berbagi cerita saat menemani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Jokowi.
Cerita itu bermula ketika seorang menteri dari Filipina, Maria Zenaida, memuji Presiden Jokowi. Menurutnya, mantan Walikota Solo itu sangat populer di negaranya. Ha ltersebut disampaikan Mahfud MD melalui cuitan di akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Minggu (13/11/2022).
"Saat gala dinner KTT ASEAN tadi malam di Phnom Penh saya duduk semeja dengan menteri dari Philippina, Maria Zenaida. Dia bilang kagum pada Pak Jokowi karena sangat populer, bukan hanya di Indonesia tapi juga di Filipina. Di mana-mana kalau ada Jokowi rakyat histeris berebutan meneriakkkan namanya," cuit Mahfud.
Mahfud pun menambahkan bahwa Zenaida mengaku nyaman berbincang dengan Jokowi karena murah senyum dan kerap tertawa gembira. Atas pengakuan itu, Menkopolhukam tak terkejut karena Jokowi memang memiliki karakter khas yakni murah senyum. Sang Menteri pun iseng ngetes Kepala Negara apakah mudah tertawa jika mendengar cerita lucu.
Dia pun menceritakan peristiwa lucu saat pelantikan Kapolri pada zaman Presiden Gus Dur.
"Pak, tadi saya deg-degan saat Bapak akan menerima tongkat keketuaan ASEAN tahun 2023. 'Mengapa?' tanya Pak Jokowi. Dulu waktu Presiden Gus Dur akan melantik Chaeruddin Ismail sebagai Kapolri untuk menggantikan Bimantoro ada insiden. Pak Bimantoro yang harus menyerahkan jabatan Kapolri tidak hadir," kisah Mahfud.
Baca Juga
Lebih lanjut, tutur Mahfud, Gus Dur pun dengan jargon khasnya tidak ambil pusing dengan ketidakhadiran Bimantoro.
"Karena Bimantoro tak hadir, protokol istana melapor, 'Bapak Presiden, tongkat yang akan dialihkan tidak ada, Pak Bimantoro tak hadir'. Gus Dur kontan menjawab, 'begitu saja kok repot. Soal tongkat, beli saja di Pasar Senen' dan pelantikan Kapolri dilanjutkan. Pak Jokowi dan Bu Iriana tertawa," tulis Mahfud.
Cerita Pencopotan Kapolri Bimantoro
Seperti diketahui, cerita pencopotan S Bimantoro saat menjadi kapolri era Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur pada 2001 menjadi peristiwa pergolakan politik cukup keras pasca reformasi.
Bimantoro menolak dicopot menjadi kapolri karena menilai keputusan Gus Dur tersebut melanggar aturan. Gus Dur dinilai tidak melakukan konsultasi terlebih dulu kepada DPR dalam pergantian kapolri.
Adapun Gus Dur menuding Bimantoro sudah tidak sejalan dengan kebijakan presiden. Sejumlah kebijakan yang tidak sejalan seperti masalah pengibaran bendera Bintang Kejora hingga kasus penembakan santri di Jawa Timur.
Seperti dikutip Tempo, akhirnya Gus Dur mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 40/Polri/2001 dengan menonaktifkan Bimantoro dan mengangkat Chairuddin Ismail sebagai Wakapolri melalui SKEP Nomor 41/Polri/2001. Dua Surat Keputusan ini dikeluarkan Presiden Wahid di Jakarta, Jumat (1/6/2001).
Lewat kedua SKEP tersebut Presiden juga menyerahkan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab Kapolri kepada Wakapolri. Chairuddin dilantik Gus Dur sebagai Wakapolri di Istana Negara Jakarta 2 Juni 2001.
“Segala hal keterangan di luar bahwa dia dinonaktifkan harus dianggap tidak ada. Segala jajaran Polri harus mengindahkan perintah ini dan setiap yang menentang dianggap melakukan insubkoordinasi dan akan dilakukan tindakan hukum terhadapnya,“ ungkap Presiden dengan tajam saat melantik Wakapolri.
Polri, kata Presiden, adalah aparat keamanan dan harus jelas fungsi dan kedudukannya. “Jadi, karena itu, ia [Polri] tidak boleh ikut dalam masalah politik, karena politik sudah ada yang menyelenggarakan dan melaksanakannya,” jelasnya.
Wakapolri mulai bertugas sekaligus mengemban tugas dan wewenang Kapolri sejak tanggal penetapan yang tercantum dalam SK Presiden tersebut.
Kapolri non-aktif Bimantoro tidak hadir dalam acara pelantikan tersebut.