Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Ummat Amien Rais mengingatkan adanya potensi krisis eksistensi bangsa kalau pemerintah tidak mampu mengelola potensi tersebut dengan baik.
Menurutnya, potensi itu muncul karena kondisi negara saat ini tidak saja tengah menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak pada aspek ekonomi dan sosial, tapi juga akibat residu dari hasil pemilihan pesiden (Pilpres) 2019 yang membuat anak bangsa terbelah.
Hal itu diungkapkannya dalam sebuah diskusi secara virtual bertajuk “Semangat Hijrah dan Kemerdekaan dalam Kepemimpinan Indonesia,” hari ini, Sabtu (4/9/2021).
Dikatakan, bahwa berbagai aspek politik juga berpotensi memperlemah bangsa seperti wacana amendemen UUD 1945 yang menjadi isu publik.
Menurutnya, kalau potensi krisis eksistensi bangsa itu muncul menjadi kenyataan, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami kehilangan eksistensi seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Amien menegaskan, di tengah bencana pandemi Covid-19 ini, sejumlah negara termasuk Indonesia mengalami penurunan kualitas demokrasi.
Baca Juga
Hal itu, ujarnya, terlihat dari sebagain pemerintahan yang mencoba untuk memaksakan kekuasaan saat masyarakat tidak berdaya akibat pandemi global tersebut.
Amien menyebut, dengan bergabungnya PAN ke koalisi parpol pendukung pemerintahan, bersama enam partai politik lainnya, akan mendegradasi demokrasi itu sendiri.
Tidak hanya itu, Amien kembali menegaskan ada gelagat dari dinamika politik itu akan memperpanjang masa jabatan pesiden melalui amendemen UUD 1945.
Bisa Terjadi
Menurut pendiri PAN tersebut, meski Pesiden Jokowi telah menyatakan tidak setuju dengan perubahan masa jabatan itu, namun Amien melihat hal itu bisa terjadi karena ranah amendemen ada di MPR.
Sedangkan, kini mayoritas dari anggotanya yang sebanyak 711 kursi merupakan partai pendukung pemerintah, termasuk PAN sehingga bisa saja agenda amendemen itu terlaksana.
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi memegang teguh Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yaitu masa jabatan presiden maksimal dua periode.
"Mengingatkan kembali, Presiden Joko Widodo tegak lurus Konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap Reformasi 1998," kata Fadjroel dalam keterangan resmi, Sabtu (19/6/2021).
Menurutnya, dalam Pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1 disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama tetapi hanya satu kali masa jabatan.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, bahwa usulan amendemen belum punya kekuatan, karena baru disampaikan oleh individu, bukan organisasi besar atau kelompok partai politik.
“Saya kira belum tepat waktunya untuk menyampaikan wacana amendemen masa jabatan presiden tiga periode karena yang didorong (presiden) pun tidak menyatakan berminat untuk tiga periode,” ujarnya.
Dosen Ilmu Komunikasi dan Media itu menilai dari sudut ilmu komunikasi politik, wacana atau usulan itu tidak punya kekuatan untuk mendorong amendemen terjadi. Karena itu dia optimistis Pemilu 2024 akan berjalan seperti sedia kala sebagaimana aturan yang berlaku.
“Isu tersebut tidak berpengatuh dalam sistem politik kita menjelang Pemilu 2024. Kalau kita akan amendemen masih banyak aspek lain yang lebih penting,” ujar pengamat tersebut.