Bisnis.com, JAKARTA - Nama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex tiba-tiba menjadi buah bibir masyarakat. Perusahaan berkode emiten SRIL itu dikait-kaitkan dengan perkara pengadaan bantuan sosial (bansos) yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara.
Sritex adalah salah satu pemain utama tekstil di kawasan Asia Tenggara. Dalam pemberitaan sebuah media nasional mereka diduga ikut mendapatkan 'pulung' dalam rantai pengadaan bansos. Sritex diminta untuk menyediakan sekitar 1,9 juta goodie bag bagi paket bansos Kemensos untuk kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Menariknya, rekomendasi pengadaan tas paket bansos itu ditengarai didapatkan dari anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Gibran sendiri adalah calon Wali Kota Solo terpilih yang meraup suara lebih dari 80% pada Pilkada 2020 lalu.
Gibran, Sritex, dan Menteri Sosial Juliar P Batubara, jika ditelisik sama-sama berasal dari Jawa Tengah. Bedanya hanya jika Gibran dan Sritex mewakili Kota Solo dan Soloraya.
Sementara Juliari adalah salah satu anggota DPR terpilih, sebelum ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi mensos, dari dapil Jateng 1 yang salah satu wilayahnya adalah Kota Semarang.
Sritex sendiri dikenal sudah lama menjadi penguasa tekstil dan produk tesktil (TPT) di Jateng. Kegiatan operasionalnya sebagian besar dilakukan di wilayah Kabupaten Sukoharjo dan sejumlah daerah lain di Jawa Tengah. Presiden Joko Widodo juga tercatat beberapa kali mengunjungi pabrik milik keluarga Lukminto tersebut.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa saat ini proses penyidikan dan penyelesaian berkas perkara kasus bansos masih terus berlangsung. Penyidik masih akan melengkapi bukti, data dan informasi dengan memanggil dan memeriksa sejumlah saksi.
"Kami memastikan setiap informasi akan digali dan dikonfirmasi pada saksi-saksi yang diperiksa,"kata Aki Fikri saat dihubungi, Senin (21/12/2020).
Namun demikian dia enggan memberikan penjelesan lebih detil mengenai keterkaitan pihak-pihak, termasuk Sritex, dengan kasus korupsi bansos yang sedang ditelisik penyidik antirasuah.
“Tentu terkait materi penyidikan tidak bisa kami sampaikan saat ini karena semua akan terbuka pada waktunya nanti ketika proses persidangan yang terbuka untuk umum.
Bisnis telah mengonfirmasi ke pihak Sritex untuk memastikan kabar tersebut. Manajemen Sritex menyatakan kontribusi perseroan dalam program bantuan sosial (bansos) tidak berasal dari rekomendasi anak presiden Joko Widodo, Wali Kota Surakarta Terpilih Gibran Rakabuming.
Head of Corporate Communication Sritex Joy Citradew, Minggu (20/12/2020) mengatakan Sritex mendapatkan pesanan goodie bag bansos setelah di-approach oleh pihak Kemensos. Pada saat itu pihaknya mendapatkan informasi bahwa kebutuhannya mendesak alias urgent.
Joy menambahkan Kemensos kemudian melakukan pesanan dalam jumlah besar sekitar 1 bulan setelah pandemi. Meski begitu dirinya tidak dapat menjabarkan jumlah pesanan maupun nilai kontrak yang diterima pihaknya dengan pemerintah. Hal ini lantaran kontrak antara Kemensos dan Sritex memiliki pasal kerahasiaan.
Sementara itu, diwartakan Solopos, pesanan tas oleh Kemensos melibatkan 30.000 tenaga kerja. Adapun, total tas sederhana yang ada dalam kontrak antara Kemensos dan Sritex adalah 1,9 juta unit. Untuk menyelesaikan pesanan ini, Sritex melibatkan 30 mitra kerja yang tersebar di wilayah Solo Raya untuk menyelesaikan pesanan.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19)
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.