Bisnis.com, JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) didesak untuk mundur bila memang ada kebocoran 2,3 juta data penduduk Indonesia dari data daftar pemilih tetap (DPT).
Seperti diketahui, belum lama ini viral di media sosial adanya kebocoran data 2,3 juta data penduduk Indonesia. Data tersebut disinyalir sebagai DPT yang dimiliki KPU RI. Akun Twitter @underthebreach pada Jumat (22/5/2020), memposting pengakuan akan menampilkan 2,3 juta data kependudukan Indonesia dan pemilihan umum.
Terkait dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mendesak seluruh komisioner KPU RI diberhentikan sebagai bentuk kelalaian menjaga keamanan data personal pemilih.
"Jika benar ada kebocoran data personal, bukan data terbuka, maka ini jelas kelalaian luar biasa, karena menyangkut keamanan data sekaligus integritas KPU sebagai penyelenggara Pemilu, seluruh komisioner tersisa KPU RI sebaiknya diberhentikan sebagai bentuk tanggungjawab negara pada penduduk," katanya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Sabtu (23/5/2020).
Dedi menilai, bocornya data pemilih mengindikasikan negara gagal menjamin privasi warga negara. Menurutnya, bukan tidak mungkin jika sistem keamanan data terkait hasil Pemilu juga terancam mudah diretas.
"Ini mengkhawatirkan pada dua hal, data privat warga negara yang berpotensi disalahgunakan, dan masalah integritas hasil Pemilu yang tidak terjamin valid karena terbukti mereka mudah disusupi kejahatan data," terang pengajar komunikasi politik Universitas Telkom ini.
Baca Juga
Lebih lanjut, menurut Dedi, hal ini bukan kali pertama KPU bermasalah, ia menyebut kasus penyuapan yang libatkan salah satu komisioner juga menambah alasan perlunya perombakan total distruktur KPU.
Dia menyebut total komisioner, dua sudah diberhentikan karena perbuatan tercela, terkait penyuapan dan manipulasi hasil pemilihan, sementara mereka bekerja secara kolektif, dan sekarang terbukti gagal menjaga data. Oleh karena itu, pilihan baiknya tentu dengan mengganti seluruh komisioner, agar komisioner baru miliki waktu yang cukup menghadapi Pemilu 2024.
"Kualitas hasil pemilihan hanya mungkin dicapai dengan lebih dulu menentukan komisioner yang juga berkualitas, jangan sampai KPU selalu mendapat maklum setelah apa yang mereka kerjakan terbukti lalai,” tegasnya.
Komisi Pemilihan Umum memastikan data perangkat lunak (soft file) dari daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014 aman, tidak terjadi peretasan.
Komisioner KPU RI Viryan Aziz di Jakarta, Jumat (22/5/2020), mengatakan KPU sudah melakukan pengecekan data server dari Kamis malam dan tidak menemukan terjadinya peretasan.
"Kondisi soft file DPT Pemilu 2014 di KPU aman, tidak kena hack atau bocor atau diretas. KPU RI sudah melakukan pengecekan terhadap data tersebut, KPU juga sudah melakukan langkah aktif dengan pihak terkait, BSSN dan Cyber Crime Mabes Polri," kata dia.
Kemudian, jenis data dengan portable document format atau PDF menurut Viryan merupakan data yang diserahkan kepada pihak eksternal sesuai dengan ketentuan Undang-undang tahun 2012.
Hal itu, menurut dia diatur dalam pasal 38 ayat 5 yang mengatur KPU kabupaten kota wajib memberikan salinan datar pemilih tetap kepada partai dan perwakilan partai politik peserta pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan soft copy atau cakram padat dalam betuk format yang tidak bisa diubah.
"Jadi data DPT di KPU tidak kena hack," ucapnya menegaskan.
Selain itu, dia juga menjelaskan DPT Pemilu 2014 tidak sampai 200 juta jiwa seperti klaim peretas yang diunggah salah satu akun media sosial pada Kamis 21 Mei 2020 kemarin, melainkan DPT tersebut jumlahnya 190 juta jiwa.