Bisnis.com, JAKARTA – Chairman Communication & Informatian System Security Research Center Pratama Persadha mengatakan, kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) amat berbahaya bila tersebar dan digunakan oknum tidak bertanggung jawab.
Pasalnya, pada data tersebut tercantum nomor KTP dan KK dan tidak dienkripsi sama sekali. Apabila pelaku mahir dalam melengkapi data, nomor KTP dan KK dapat digunakan untuk mendaftarkan nomor seluler atau melakukan pinjaman online.
Menurutnya, apabila kebocoran data KPU dikombinasikan dengan data Tokopedia dan Bukalapak yang lebih dulu terekspos, maka data yang dihasilkan akan cukup berbahaya. Pasalnya, data-data tersebut akan saling melengkapi dan dapat dimanfaatkan untuk kejahatan.
“Misalnya mengkombinasikan data telepon dari marketplace dengan data KTP dan KK, jelas ini sangat berbahaya,” katanya pada Jumat (22/5/2020).
Pratama menilai, peristiwa ini harus menjadi peringatan bagi otoritas terkait agar dapat mengamankan data kependudukan. Dia meminta pemerintah memikirkan pengamanan enkripsi pada data penduduk untuk meningkatkan keamanan data guna mencegah pembobolan kembali terjadi di masa depan.
Sebelumnya, database daftar pemilih di KPU dibobol hacker, yang berjanji membagi-bagikan data 200 juta pemilih yang terdata KPU. Informasi itu disampaikan oleh lembaga monitor pelanggaran data Underthebreach.com melalui akun twitternya @underthebreach, Kamis malam (21/5/2020).
Baca Juga
Dalam postingan emailnya, @underthebreach menyatakan bahwa pembobol pada mulanya berhasil menjebol database sekitar 2,3 juta pemilih, bahkan datanya terlacak mundur ke belakang hingga tahun 2013.
"Pembobol bahkan mengklaim akan membocorkan rahasia 200 juta data penduduk," tulis @underthebreach.