Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk segera mengatasi masalah kebocoran data dan melakukan audit terhadap sistem teknologi informasi (IT) sehingga kejadian yang sama tak terulang.
Chairman Communication & Informatian System Security Research Center Pratama Persadha mengatakan, meskipun data yang bocor adalah data terbuka, bukan berarti data tersebut tidak perlu dilindungi. KPU sebagai pemilik data wajib melindungi data-data tersebut dengan baik agar tidak dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Pratama menambahkan, peristiwa ini juga harus menjadi peringatan bagi otoritas kependudukan dan catatan sipil agar dapat mengamankan data kependudukan.
“Minimal harus dienkripsi agar tidak sembarangan orang bisa memanfaatkan. Apalagi, verifikasi data Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya perlu data NIK (nomor induk kependudukan), bukan semua data dijadikan satu apalagi tanpa pengamanan,” jelasnya, Jumat (22/5/2020).
Baca Juga : Jutaan Data di KPU Diduga Bocor Dibobol Hacker |
---|
Pratama mengakui kebocoran data ini memang berbahaya terlebih bila data digunakan oleh pihak tak bertanggungjawab. Pasalnya, data yang bocor memuat informasi seperti nomor kartu tanda penduduk (KTP) dan nomor kartu keluarga (KK).
Dia pun mempertanyakan keamanan sistem IT KPU yang rawan terhadap kebocoran data. Pada 2020 KPU akan menggelar agenda pilkada dan sistem IT KPU selalu dijadikan rujukan saat hitung cepat hasil pemilu maupun pilkada.
“Ini tentu mengkhawatirkan, setiap gelaran pemilu dan pilkada KPU selalu mendapat ancaman untuk diretas. Bagi otoritas kependudukan dan catatan sipil, kerawanan ini harus menjadi catatan penting untuk waspada, jangan sampai sistem ditembus dan peretas bisa memodifikasi sesuka mereka,” tegasnya.
Guna mengatasinya, Pratama meminta KPU untuk segera melakukan audit keamanan informasi atau audit digital forensic terhadap sistem IT KPU. Audit ini juga nantinya dapat menemukan sebab dan celah kebocoran sistem.
Dia menjelaskan apabila pelaku dapat menembus server KPU, kemungkinan data hasil perhitungan Pemilu bisa diterobos.
“Secara teknis kalau peretas bisa mencuri data, ada kemungkinan juga bisa merubah data. Sangat bahaya sekali apabila hasil pemungutan suara pemilu diubah angkanya,” jelasnya.
Sebelumnya, basis data daftar pemilih di KPU (Komisi Pemilihan Umum) dibobol hacker yang berjanji membagi-bagikan data 200 juta pemilih yang terdata KPU.
Informasi itu disampaikan oleh lembaga monitor pelanggaran data Underthebreach.com melalui akun twitternya @underthebreach, Kamis malam (21/5/2020).
Dalam postingan emailnya, @underthebreach menyatakan bahwa pembobol pada mulanya berhasil menjebol database sekitar 2,3 juta pemilih, bahkan datanya terlacak mundur ke belakang hingga tahun 2013.
"Pembobol bahkan mengklaim akan membocorkan rahasia 200 juta data penduduk," tulis @underthebreach.