Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Iran diyakini tidak akan memblokir Selat Hormuz menyusul tewasnya Qassem Soleimani oleh AS.
Michael Stephens, peneliti di Royal United Services Institute dan mantan analis untuk British Foreign Office di Timur Tengah, menilai Teheran akan mempertimbangkan respons dari negara-negara aliansinya di Teluk Arab dan China sebelum mengambil keputusan untuk memblokir selat tersebut.
Selat Hormuz adalah selat terpenting untuk lalu lintas pengiriman minyak dunia, di mana sekitar 30 persen minyak mentah dan produk turunannya diperdagangkan melalui jalur ini.
"Iran tidak akan menutup Selat Hormuz," ujarnya seperti dilansir Reuters, Selasa (14/1/2020).
Stephens menerangkan Pemerintah Iran tidak akan mau mengecewakan Qatar, salah satu dari sedikit aliansi yang dimiliki Iran di Teluk Arab. Selain itu, Oman baru saja memiliki sultan baru, sehingga penting untuk mendapatkan dukungan dari negara itu.
Dia mengakui ada banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh Iran sebelum membalas serangan dari AS.
Baca Juga
"Respons yang besar dari Iran kemungkinan tidak akan terjadi, mengingat berbagai faktor tadi," ucap Stephens.
Sementara itu, Direktur Internasional RUSI Jonathan Eyal menjelaskan China tengah meningkatkan pengaruh mereka di kawasan tersebut dan merupakan pembeli 50-70 persen minyak yang diekspor Iran. Jika Selat Hormuz ditutup, maka pengiriman minyak ke China juga akan ikut terganggu.
Iran sudah sejak lama mengancam untuk memblokir selat yang memisahkan negara tersebut dengan Oman jika terus menerus diganggu oleh Barat. Namun, tindakan balasan terhadap serangan AS yang menewaskan Soleimani, komandan militer penting Iran, justru melemahkan reputasi Iran.
Kesalahan militer Iran yang menembakkan misil ke pesawat sipil milik maskapai Ukraina pun menjadi pukulan tambahan bagi Iran.
Para analis memperkirakan tensi di Timur Tengah bakal kembali turun. Meski demikian, tetap ada potensi bagi Iran untuk melakukan serangan. Apalagi, ada berbagai gerakan di Lebanon, Suriah, Irak, dan beberapa daerah lainnya yang siap membalas AS jika Iran memilih untuk tidak bergerak secara langsung.
Misalnya, pasukan khusus AS di timur laut Suriah yang menjadi sasaran potensial bagi Hizbullah.