Bisnis.com, JAKARTA--Iran akan mengambil langkah baru dalam mengurangi komitmen atas Perjanjian Nuklir 2015. Mereka akan menginjeksi gas ke 1.044 mesin sentrifugal di fasilitas pengayaan uranium Fordow pada Rabu besok (6/11).
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Iran Hassan Rouhani dalam pidato yang disiarkan langsung di TV pemerintah Iran.
Namun, Rouhani mengatakan semua langkah yang telah diambil Iran untuk mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan nuklir 2015 dapat dibatalkan.
Iran akan kembali menjalankan komitmennya asal negara-negara yang turut menandatangani perjanjian juga memegang komitmennya.
“Kami tahu kepekaan mereka terkait Fordow. Berkenaan dengan sentrifugal ini, kami tahu. Tetapi pada saat yang sama ketika mereka menjunjung tinggi komitmen mereka, kami akan menghentikan (injeksi) gas lagi. Jadi memungkinkan untuk membalikkan langkah ini, ”kata Rouhani, dikutip dari Reuters, Selasa (5/11/2019).
"Kami tidak dapat menerima secara sepihak bahwa kami sepenuhnya memenuhi komitmen kami dan mereka tidak menindaklanjuti komitmen mereka," lanjutnya.
Baca Juga
Menurut ketentuan kesepakatan nuklir 2015, kata Rouhani, Iran diizinkan untuk memutar sentrifugal di Fordow tanpa melakukan injeksi gas.
Sebelumnya, pada Senin (4/11), Iran menyatakan bahwa pihaknya telah menggandakan jumlah sentrifugal canggihnya untuk mempercepat pengayaan uranium. Dengan mengoperasikan sentrifugal canggih dua kali lebih banyak, Iran telah melanggar perjanjian 2015.
Mengutip Aljazeera, dengan memulai sentrifugal canggih ini, Iran memotong waktu lebih jauh dari satu tahun yang diperkirakan para ahli.
Artinya, Teheran memiliki bahan yang cukup untuk membangun senjata nuklir dengan kemajuan itu, ujar Saryl Kimball, Direktur Asosiasi Kontrol Senjata yang berbasis di AS.
Iran berangsur-angsur melepaskan komitmen yang dibuat berdasarkan kesepakatan dengan kekuatan-kekuatan dunia sejak Amerika Serikat kembali menerapkan sanksinya yang melumpuhkan ekspor minyak Iran.
Kesepakatan nuklir tersebut juga ditandatangani oleh Inggris, Prancis, dan Jerman. Sedangkan AS telah memutuskan keluar dari perjanjian tersebut pada tahun lalu.