BISNIS.COM, JAKARTA—Majelis Hakim menolak gugatan praperadilan yang dilayangkan Antasari Azhar terhadap Kapolri Jenderal Timur Pradopo terkait penghentian penyidikan SMS bernada ancaman terhadap alm. Nasruddin Zulkarnaen.
Putusan itu disampaikan oleh Hakim Tunggal Didiek Setyo Handono dalam pembacaan putusan gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2013).
Hakim menolak gugatan Antasari karena Polri sebagai terlapor hingga kini belum menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Termohon tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya. Terbukti termohon belum menerbitkan SP3. Gugatan pemohon dapat diterima apabila ada SP3,” tegasnya.
Hakim mempertimbangkan bahwa tidak ada satu surat pun yang bisa membuktikan bahwa kepolisian sudah menghentikan proses pengusutan atas laporan yang pernah dilayangkan Antasari.
Dalam permohonan sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu meminta majelis hakim menghukum Polri karena dinilai tidak melanjutkan pengusutan atas kasus yang dia laporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) pada 25 Agustus 2011.
Karena itu, Antasari menilai pihak Kepolisian telah menghentikan penyelidikan atas laporannya secara tidak sah dan melawan hukum. "Perbuatan termohon telah merugikan kepentingan pemohon secara materil dan atau non materil," ungkapnya.
Laporan Antasari bernomor: LP/555/VIII Bareskrim itu berisi tentang dugaan teror dan pelanggaran UU ITE dengan cara mengirimkan pesan singkat (SMS) gelap kepada Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
SMS itu menjadi salah satu bukti yang dipakai Jaksa untuk menjerat Antasari dalam kasus pembunuhan Nasrudin tahun 2009 hingga Antasari dipidana 18 tahun penjara.
SMS itu berbunyi "Maaf mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu. Kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya."
Namun,Antasari menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengirim pesan ancaman tersebut dan menduga ada orang lain yang mengirimnya ke telepon seluler milik Nasrudin.
Awalnya, Antasari berharap pengusutan SMS itu bisa dijadikan novum bagi peninjauan kembali (PK) atas kasus pembunuhan yang menjeratnya. (ra)