Bisnis.com, JAKARTA - Misi Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan peringatan keras kepada Israel bahwa serangan penuh terhadap Lebanon akan memicu perang besar-besaran.
Militer Israel telah menyetujui adanya rencana operasional untuk serangan ke Lebanon, pada pertengahan Juni 2024 lalu.
“Meskipun Iran menganggap propaganda rezim Zionis mengenai niat menyerang Lebanon sebagai perang psikologis, jika mereka melancarkan agresi militer besar-besaran, perang yang menghancurkan akan terjadi. Semua opsi, termasuk keterlibatan penuh semua Front Perlawanan ada di meja," kata misi Iran di PBB, di akun X, pada Sabtu (29/6/2024).
Adapun menyusul operasi yang sedang berlangsung dengan Hamas di Gaza, militer Iran berencana untuk mengerahkan pasukan Hizbullah, yang, seperti Hamas, bertindak melawan Israel, sesekali menembaki negara Yahudi itu dari utara.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya telah memperingatkan tentang risiko meluasnya konflik di Timur Tengah menyusul eskalasi antara Israel dan Hizbullah di Lebanon.
"Saya merasa perlu menyuarakan keprihatinan mendalam saya tentang eskalasi antara Israel dan Hizbullah di sepanjang Garis Biru [demarkasi]. Risiko meluasnya konflik di Timur Tengah adalah nyata dan harus dihindari," katanya.
Baca Juga
Dilansir TASS, dia menegaskan bahwa rakyat di kawasan tersebut dan masyarakat dunia tidak boleh membiarkan Lebanon menjadi seperti Gaza.
Guterres menambahkan bahwa komando Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) sedang bekerja di lapangan untuk meredakan ketegangan dan membantu mencegah salah perhitungan di wilayah selatan negara itu.
Ketegangan terus meningkat di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel menyusul eskalasi konflik Israel-Palestina yang berkobar setelah gerakan radikal Palestina Hamas menyerang wilayah Israel dari Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.
Konflik terakhir di Lebanon Selatan pecah pada musim panas 2006, antara gerakan Hizbullah dan angkatan bersenjata Israel.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 memberlakukan gencatan senjata di sepanjang perbatasan, dan diawasi oleh 12.000 pasukan penjaga perdamaian UNIFIL dari 36 negara.