Bisnis.com, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mendorong revisi Undang-undang No. 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Revisi UU KPK) karena praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang semakin tumbuh subur.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengklaim Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selalu ingin mewujudkan cita-cita supremasi hukum. Dalam hal korupsi, lanjutnya, Megawati merupakan sosok yang membentuk KPK ketika menjadi presiden periode 2001-2004.
Menurutnya, Megawati juga memilih mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD untuk menjadi calon wakil presiden 2024 pendamping Ganjar Pranowo agar bisa selesaikan permasalahan KKN. Oleh sebab itu, PDIP akan mendukung apabila DPR mewacanakan revisi UU KPK.
"Sampai sekarang kita melihat nepotisme, korupsi, kolusi jutsru semakin merajalela. Maka sebagai sebuah ide dan gagasan, itu [revisi UU KPK] sangat membumi dan juga sangat visioner," jelas Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024).
Dia menyinggung persoalan nepotisme yangs semakin terasa dalam ajang Pilpres 2024 lalu. Tak sampai situ, Hasto juga mengungkit kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022 yang jumlah kerugiannya sangat fantastis.
"Tambangnya aja Rp300 triliun [jumlah kerugian negaranya], itu baru satu kasus kerugian negaranya. Nah, di situlah infrastruktur yang dibangun adalah penguatan KPK," ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul membuka peluang dilakukan revisi UU KPK ketika lakukan rapat dengar pendapat dengan dewan pengawas KPK pada Rabu (5/6/2024).
Pacul mengatakan, UU KPK sudah tidak direvisi selama lima tahun. Apalagi, dia merasa banyak pihak yang kritisi UU KPK hasil direvisi pada 2019.
“Kita paham betul karena seperti tadi dikatakan bahwa Undang-Undang Dewas ini lahirnya kan mendadak, Pak, kita juga ikut di lapangan. Pak, jadi usulannya kalau [ak Tumpak nanti bisa menyampaikan, coba dong diperbaiki revisinya UU 19/2019 seperti ini, kita akan senang sekali, Pak,” kata Bambang Pacul.
UU KPK pernah direvisi pada tahun 2019, dan mengundang kritik dari sejumlah pihak. Kritikan terhadap UU KPK itu datang dari Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Tumpak Hatorangan Panggabean. Alasannya, karena UU tersebut dianggap tak memberikan wewenang yang jelas bagi Dewas untuk melakukan penindakan etik.
“Kita bisa lakukan revisi karena ini sudah tahun 2019 juga Undang-Undangnya, sudah 5 tahun lah, bisa kita tata ulang. Karena banyak yang komplain juga,” ungkap Bambang Pacul.