Bisnis.com, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD menceritakan kronologi awal muncul isu pemakzulan Presiden Joko Widodo dari sejumlah tokoh.
Ia mengatakan bahwa saat itu dirinya dihubungi oleh Faizal Assegaf yang ingin menyampaikan permasalahan pemilu.
"Mereka ini dipimpin oleh Faizal Assegaf kontak saya. Mereka datang kan harus saya terima sebagai Menko Polhukam. Tiba-tiba mereka usulnya dua. Satu pemilu harus tanpa Jokowi dan Jokowi harus dimakzulkan," ucap Mahfud MD dikutip dari Youtube Rhenald Kasali, Selasa (23/1/2024).
Mahfud pun menjelaskan bahwa usulan itu muncul dan disampaikan dalam pertemuan tertutup. Namun ia menegaskan bahwa yang memiliki wewenang mengenai pemilu bukanlah dirinya.
"Menkopolhukam itu bukan penyelanggara pemilu. Penyelenggara pemilu itu KPU, Bawaslu, dan DKPP. Lapor ke sana, jangan ke sini," lanjutnya.
Terkait isu pemakzulan, sebagai Menko Polhukam Mahfud MD tak bisa berbuat banyak karena dirinya tak mungkin melanggar konstitusi.
Baca Juga
Mahfud pun menegaskan bahwa saat itu dirinya sama sekali tidak merestui usulan pemakzulan terhadap Jokowi.
"Saya tidak mungkin merestui itu, itu salah," tegas Mahfud.
Mahfud MD pun menegaskan bahwa situasi sekarang ini sulit untuk menjatuhkan Jokowi sebagai presiden karena aturan pemakzulan sudah berganti.
Terlebih saat ini lebih dari separuh dari koalisi berada di pihak Presiden Jokowi.
Istana Negara pun merespons isu pemakzulan Jokowi ini. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan bahwa aksi Petisi 100 yang menyampaikan permintaan pemakzulan ke Mahfud MD adalah tindakan inkonstutusional.
Menurutnya, dalam negara demokrasi, menyampaikan pendapat, kritik atau bahkan memiliki mimpi-mimpi politik adalah hal yang sah.
Lebih lagi, saat ini Indonesia tengah memasuki tahun politik, sehingga akan ada pihak yang mengambil kesempatan dan menggunakan narasi pemakzulan Presiden untuk kepentingan politik elektoral.
Namun, menurutnya tindakan itu tak patut dilakukan.
“Terkait pemakzulan Presiden, mekanismenya sudah diatur dalam Konstitusi. Koridornya juga jelas, harus melibatkan lembaga-lembaga negara [DPR, MK, MPR], dengan syarat-syarat yang ketat. Di luar itu adalah tindakan inkonstitusional,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (12/1/2024).