Bisnis.com, JAKARTA – Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un menghadiri pertemuan akhir tahun Partai Pekerja Korea yang dibuka pada hari ini, Rabu (27/12/2023).
Melansir CNA, media pemerintah Korut melaporkan bahwa pertemuan yang dihadiri Jong-un tersebut kemungkinan akan mengumumkan keputusan kebijakan penting untuk tahun 2024.
Dengan mengabaikan pidato Hari Tahun Baru yang dulunya merupakan tradisi, Jong-un dalam beberapa tahun terakhir menggunakan rapat pleno Partai Pekerja Korea itu sebagai platform untuk menguraikan kebijakan di berbagai bidang seperti keamanan, diplomasi, dan ekonomi.
Pertemuan ini mengakhiri tahun di mana Korut berhasil meluncurkan satelit pengintai, mengabadikan statusnya sebagai negara nuklir dalam konstitusinya, dan melakukan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) tercanggihnya.
Pada pertemuan hari Selasa (26/12/2023), Jong-un mendefinisikan tahun 2023 sebagai tahun perubahan besar, serta salah satu tahun yang “sangat penting”, menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA).
“Pyongyang melihat kemenangan dan pencapaian yang membuka mata di segala bidang untuk pembangunan sosialis dan penguatan kekuatan nasional,” kata Kim Jong-un, menurut laporan KCNA.
Baca Juga
Dia juga mengatakan bahwa senjata strategis baru yang dimiliki Korut, termasuk satelit mata-matanya, telah dengan tegas menempatkan Korea Utara pada posisi kekuatan militer global.
Menurut KCNA, pertemuan tersebut akan melibatkan enam poin utama diskusi, termasuk tinjauan tentang bagaimana kebijakan nasional Korea Utara diterapkan sepanjang tahun, serta tinjauan anggaran nasional dan “arah perjuangan” untuk tahun 2024.
Adapun, Jong-un pekan lalu mengatakan bahwa Korea Utara tidak akan ragu melancarkan serangan nuklir jika “diprovokasi” dengan nuklir.
Korut pada pekan lalu menguji Hwasong-18, ICBM paling canggihnya, untuk ketiga kali pada 2023.
Peluncuran satelit mata-mata militer Korut bulan lalu, yang diklaim mampu memberikan gambar situs militer AS dan Korea Selatan dengan cepat, disebut semakin merusak hubungan dengan Korea Selatan.
Peluncuran tersebut mematahkan perjanjian militer antara kedua Korea yang dibuat untuk meredakan ketegangan di semenanjung tersebut, dan kedua belah pihak kemudian meningkatkan keamanan di sepanjang Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan mereka.