Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk berhati-hati dalam menyikapi permohonan uji materi UU tentang Pemilu jelang pesta demokrasi 2024.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menilai, permohonan uji materi tentang pemilu, salah satunya soal batas usia minimal capres-cawapres sarat kepentingan politik segelintir kelompok. Apalagi menjelang pendaftaran capres dan cawapres pada Oktober mendatang.
Dia menegaskan bahwa MK adalah instrumen yang ditugaskan untuk menegakkan keadilan konstitusional, atas norma-norma yang mengandung dimensi dan merupakan isu konstitusional.
"MK bukanlah Mahkamah Keranjang [sampah] yang bisa memeriksa semua perkara atau tempat semua curahan warga mencari keadilan. Bukan pula tempat para elite, dengan mengorkestrasi warga, untuk menggunakan instrumen keadilan ini mencari kuasa," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (26/9/2023).
Adapun, permohonan terbaru uji materiil ketentuan batas usia capres/cawapres diajukan ke MK oleh warga Solo yang masih berstatus mahasiswa pada 12/9/2023 tercatat pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
Hendardi menilai, selain tidak punya legal standing yakni yang bersangkutan tidak sedang dan akan nyapres, permohonan ini sangat politis karena pemohon meminta tafsir dan makna konstitusional ketentuan batas usia itu dimaknai dengan bahwa syarat usia 40 tahun atau pernah menjabat sebagai gubernur/bupati/walikota.
Baca Juga
"Dengan kata lain, pemohon kembali mengambil langkah antisipatif bilamana MK terlanjur memutus menolak permohonan serupa pada 3 perkara yang hampir putus," ujarnya.
Sebelumnya, MK telah memberikan privilege pada perkara pengujian Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun.
Dengan sidang maraton, MK telah menyelesaikan tahap pemeriksaan dan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) atas perkara 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023.
Untuk kepastian hukum, MK didorong segera menggelar sidang pleno pembacaan putusan, mengingat tahapan Pilpres akan memasuki masa pendaftaran pada 19-25 Oktober 2023.
"Menunda pembacaan putusan padahal sudah diputus, sama saja menunda keadilan. Menunda keadilan berarti menolak keadilan sebagaimana doktrin justice delayed justice denied. Artinya, putusan MK tidak akan berarti bagi penegakan kehidupan berkonstitusi," jelas Hendardi.
Menurutnya, menyegerakan pembacaan putusan menjadi penting karena ditujukan untuk memberi pembelajaran bagi warga dan elite yang nafsu berkuasa dengan terus mengorkestrasi argumen keadilan, bahwa seolah-olah pembatasan usia capres/cawapres adalah diskriminatif sehingga harus ditafsir lain.
Padahal, kata Hendardi, sejak lama ihwal pengaturan usia pejabat publik dikategorikan bukan sebagai isu konstitusional oleh MK, sebagaimana dalam putusan putusan No. 37/PUU-VIII/2010 terkait usia pimpinan KPK, putusan 49/PUU-IX/2011 terkait syarat usia calon hakim konstitusi, No. 15/PUU-XV/2017 terkait usia calon kepala daerah, dan putusan No. 58/PUU-XVII/2019 dan putusan No. 112/PUU-XX/2022 terkait syarat usia pimpinan KPK yang tetap dinyatakan sebagai bukan isu konstitusional.