Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga swadaya masyarakat SETARA Institute menilai langkah Mahkamah Kontitusi (MK) melanjutkan sidang uji konstitusionalitas syarat minimal calon presiden-wakin presiden dengan memeriksa pokok perkara bukanlah langkah tepat dan konsisten dengan tugas MK.
Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah menjelaskan pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun. Pasal ini sedang diuji MK bahkan telah masuk ke pemeriksaan pokok perkara.
Uji konstitusionalitas syarat minimal usia tersebut diajukan oleh tiga pihak berbeda dengan nomor perkara 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023.
“Pilihan MK melanjutkan sidang dengan memeriksa pokok perkara bukanlah langkah tepat dan konsisten dengan tugas MK, yakni memeriksa konstitusionalitas norma, hanya jika isu yang diujikan adalah isu konstitusional,” kata Sayyidatul dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).
Ihwal usia calon pejabat dalam proses pengisian jabatan publik, lanjutnya, sejak lama dikategorikan bukan isu konstitusional oleh MK, sebagaimana dalam putusan putusan sejumlah perkara oleh MK. Beberapa perkara itu termasuk syarat usia pimpinan KPK, syarat usia calon hakim konstitusi, dan syarat usia calon kepala daerah.
“Dengan deretan putusan tersebut, semestinya sejak sidang pendahuluan, MK sudah bisa memutuskan bahwa uji materi batas usia minimal capres dan cawapres bukanlah isu konstitusional dan oleh karenanya sejak awal harus dinyatakan tidak diterima,” jelasnya.
Baca Juga
Sayyidatul menjelaskan proses dismissal dalam sidang pendahuluan sebenarnya didesain untuk menyaring perkara-perkara mana yang masuk dalam kewenangan MK dan menegaskan ada tidaknya isu konstitusional dalam sebuah norma.
Selain bukan isu konstitusional, tambahnya, batas usia dalam pengisian jabatan publik jelas merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, yang oleh karenanya bukan kewenangan MK untuk mengaturnya. Presiden dan DPR sebagai law maker adalah institusi yang berwenang menetapkan batasan usia tersebut.
SETARA Institute menilai sejak berdiri MK telah mempertegas batasan tafsir diskriminasi yang seringkali dijadikan argumen dan dalil pengujian konstitusionalitas norma.
Dalam riset 10 Tahun Kinerja Mahkamah Konstitusi, SETARA Institute (2013), mencatat bahwa MK telah berkontribusi memberikan batasan pemaknaan terhadap konsep diskriminasi dan non diskriminasi. Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa perlakuan berbeda dengan diskriminasi adalah berbeda. Perlakuan berbeda dalam mengisi posisi jabatan-jabatan tertentu misalnya, dapat dibenarkan dengan menakar relevansi fungsi kelembagaan tersebut.
SETARA Institute meyakinkan MK untuk tidak terbawa irama politik menjelang Pemilu, dengan mempertaruhkan konsistensi, integritas dan berbagai pengetahuan yang telah diproduksi sendiri oleh MK, dengan memaksakan diri menguji norma yang bukan merupakan isu konstitusional dengan argumen diskriminasi yang absurd.
“Untuk menjaga integritas pemilu, yang tahapannya tengah berlangsung, MK sebaiknya menunda sidang perkara pengujian batas usia ini hingga pemilu usai,” kata Sayyidatul.