Bisnis.com, JAKARTA – Peneliti Hukum dan Konstitusi dari Setara Institute Sayyidatul Insiyah mendorong Polri menerapkan restorative justice sekaligus memainkan peran dialog dengan pihak-pihak yang berkeberatan dalam kasus kritik kebijakan negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang disampaikan Rocky Gerung.
Mengutip keterangan tertulis, Senin (7/8/2023), dia menilai daripada repot mencari-cari delik pidana untuk menjerat Rockt, jika memang tidak bisa mengabaikan berbagai pelaporan warga dan relawan Jokowi, Polri bisa menjadi jembatan demokrarik untuk tetap menjaga ruang publik tetap sehat dan demokratis. Sekaligus memutus praktik berulang tuduhan pembungkaman dengan menggunakan instrumen hukum.
Dikatakan, kritik atas kebijakan negara di bawah kepemimpinan Jokowi yang disampaikan Rocky telah memantik 13 laporan kepolisian dan demonstrasi artifisial di beberapa tempat.
Di tengah kohesi sosial yang segregatif, pro dan kontra atas pernyataan Rocky sangat mungkin terjadi dan sangat mungkin sengaja dibuat, sehingga terjadi keonaran.
“Kualitas demokrasi dan keadaban publik yang semakin ringkih telah memungkinkan pernyataan RG menjadi kapital politik bagi conflict entrepreneur dan avonturir politik untuk memainkannya secara terbuka guna menunjukkan prestasi semu pada patron politiknya dan memetik insentif politik elektoral pihak manapun yang berkontes,” jelas Sayyidatul.
Dikatakan, membaca dinamika respons publik atas Rocky, sangat kuat bahwa kasus ini sesungguhnya merupakan bentuk pelintiran kebencian atas Rocky.
Baca Juga
Substansi kritik Rocky sesungguhnya mewakili aspirasi publik yang selama ini tersumbat atau disumbat. Kemarahan dan keonaran artifisial yang saat ini mengemuka nyatanya hanya ditunjukkan oleh kelompok relawan dan pegiat demonstrasi musiman.
Sebagian besar masyarakat lebih berfokus pada substansi, sekalipun menyayangkan pilihan diksi Rocky.
“Hate Spin atau pelintiran kebencian adalah gabungan dari konsep hate speech (ujaran kebencian) dengan kemarahan karena ketersinggungan (offence-taking), hal ini banyak digunakan oleh para “entrepreneur” politik untuk memobilisasi pendukung dan menyerang kelompok sasaran tertentu (Cherian George, 2017),” tukasnya.
Dia menambahkan, Rocky menjadi korban pelintiran, setelah pernyataannya direspons secara berjarak dengan jeda waktu dari peristiwa dan orkestrasi struktural.