Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga perusahaan rekanan yang dikontrak untuk mendistribusikan bantuan sosial (bansos) beras keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) 2020 dari Kementerian Sosial, tidak melaksanakan tugasnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan awalnya bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) meneken kontrak kerja sama dengan BUMN PT Bhanda Ghara Reksa atau BGR untuk menjadi badan usaha penyalur bansos beras kepada KPM PKH 2020 ketika pandemi Covid-19. Nilai kontrak yang diteken BGR dan Kemensos total senilai Rp326 miliar.
Kemudian, PT BGR menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada atau PT PTP sebagai perusahaan rekanan untuk mendistribusikan bansos beras itu. PT PTP diduga menagih dan menerima uang penyaluran bansos dari PT BGR senilai Rp151 miliar, padahal diduga tidak melakukan kegiatan penyaluran distribusi bansos sama sekali.
"Kontrak dengan PT BGR [sekitar] Rp300 miliar, kemudian PT BGR bekerja sama dengan PT PTP. Ternyata, PT PTP itu tidak kerja tetapi dapat duit sekitar Rp150 miliar, kan begitu," jelas Alex kepada wartawan, dikutip Jumat (25/8/2023).
Tidak hanya itu, Alex menduga bahwa nilai kontrak awal antara PT BGR dan Kemensos untuk mendistribusikan bansos beras, bisa jadi tidak perlu mencapai Rp326 miliar.
"Bisa jadi biaya distribusi sebenarnya itu tidak sampai Rp300 m, kan itu hanya Rp150an miliar gitu," lanjutnya.
Baca Juga
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ad hoc itu pun belum memerinci apakah adanya dugaan praktik mark up yang dilakukan oleh para pihak tersebut.
Alex juga mengatakan bahwa saat ini penyidikan masih berfokus pada dugaan praktik korupsi penyaluran bansos, belum mengarah ke pengadaan beras tersebut.
"Jadi [penyidikan] belum terkait dengan kerugian pengadaan beras ya, karena persoalan kemarin itu hanya menyangkut biaya untuk distribusi," lanjutnya.
Seperti diketahui, kini KPK telah menahan tiga orang tersangka dari PT PTP yang diduga terlibat dalam kasus korupsi penyaluran bansos beras kepada KPM PKH 2020 Kemensos.
Tiga orang tersangka itu berasal dari PT Primalayan Teknologi Persada atau PTP, yang ditunjuk menjadi perusahaan rekanan BUMN PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR dalam mendistribusikan bansos beras.
Identitas tiga orang tersangka itu yakni penasihat PT PTP sekaligus Direktur Utama PT Mitra Energi Persada (MEP) Ivo Wongkaren (IW), tim penasihat PT PTP Roni Ramdani (RR), serta General Manager PT PTP sekaligus Direktur Utama PT Envio Global Persada Richard Cahyanto (RC).
"Perusahaan tersebut sama sekali tidak memberikan nilai tambah atau tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan, yang kami duga seharusnya tidak berhak atas pembayaran uang sejumlah Rp151 miliar yang sudah dikirimkan PT PTP selaku perusahaan pendamping atau konsultan tadi," terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers sebelumnya, Rabu (23/8/2023).
Adapun dugaan kerugian keuangan negara itu, lanjut Alex, dihitung dari uang kontrak yang telah dibayarkan PT BGR kepada PT PTP. KPK menduga negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp127,5 miliar.
Sementara itu, dari ketiga tersangka yang berasal dari PT PTP, mereka menikmati sekitar Rp18,8 miliar.
"Secara pribadi yang dinikmati IW, RR, dan RC sejumlah sekitar Rp18,8 miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," terang Alex.