Bisnis.com, JAKARTA - Perkara korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) 2020 diduga memicu kerugian keuangan negara senilai Rp127,5 miliar.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, pada konferensi pers, Rabu (23/8/2023), menjelaskan bahwa dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam perkara tersebut berasal dari penyalahgunaan anggaran yang disalurkan untuk distribusi bansos beras.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, Kemensos meneken kontrak senilai Rp326 miliar dengan BUMN PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR guna mendistribusikan bansos beras. Kemudian, BGR mencari rekanan sebagai pendamping/konsultan yakni PT Primalayan Teknologi Persada atau PTP.
Lalu, KPK menduga sudah ada pembayaran dari PT BGR kepada PT PTP dari uang kontrak yang dikucurkan Kemensos senilai Rp151 miliar. Akan tetapi, uang tersebut tidak digunakan oleh PT PTP untuk melaksanakan kegiatan distribusi bansos beras PKH.
"Perusahaan tersebut sama sekali tidak memberikan nilai tambah atau tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan, yang kami duga seharusnya tidak berhak atas pembayaran uang sejumlah Rp151 miliar yang sudah dikirimkan PT PTP selaku perusahaan pendamping atau konsultan tadi," terang Alex, dikutip Kamis (24/8/2023).
Adapun dugaan kerugian keuangan negara itu, lanjut Alex, dihitung dari uang kontrak yang telah dibayarkan PT BGR kepada PT PTP. KPK menduga negara mengalami kerugian keuangan sekitar Rp127,5 miliar.
Baca Juga
Sementara itu, dari ketiga tersangka yang berasal dari PT PTP, mereka menikmati sekitar Rp18,8 miliar.
"Secara pribadi yang dinikmati IW, RR, dan RC sejumlah sekitar Rp18,8 miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," terang Alex.
Alex menilai modus pekerjaan fiktif yang dilakukan oleh perusahaan konsultan/pendamping menjadi modus yang digunakan para tersangka korupsi untuk mengeluarkan. Padahal, uang tersebut tidak perlu dikeluarkan sama sekali lantaran tidak membuahkan hasil (prestasi).
"Sama mungkin kalau boleh saya samakan itu BUMN-BUMN karya itu dengan menggunakan subkon fiktif, seolah-olah ada pekerjaan yang disubkon tetapi ternyata tidak ada pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan subkontraktor itu. Lebih kurangnya seperti itu," tuturnya.
Untuk diketahui, KPK menetapkan enam orang tersangka salah satunya Direktur Utama BUMN PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR 2018-2021 Muhammad Kuncoro Wibowo. Sebagai informasi, dia juga sempat didapuk menjadi Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Perseroda) atau Transjakarta.
Kemudian, Direktur Komersial BGR 2018-2021 Budi Susanto, VP Operasional BGR 2018-2021 April Churniawan, Direktur Utama PT Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren, tim penasihat PT PTP Roni Ramdani, serta General Manager PT PTP sekaligus Direktur Utama PT Envio Global Persada Richard Cahyanto.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, PT BGR merupakan BUMN penyedia jasa logistik yang dipilih sebagai penyalur bansos beras Kemensos untuk KPM PKH pada 2020. Nilai kontrak yang diteken yakni Rp326 miliar yang bersumber dari anggaran Kemensos.
Kemudian, para tersangka dari PT BGR secara sepihak menunjuk PT PTP sebagai rekanan, untuk menggantikan PT DIB yang sebelumnya telah dipilih namun belum memiliki dokumen legalitas perusahaan yang jelas. Proses penggantian PT DIB dengan PT PTP tidak didahului dengan seleksi, dan settingan itu diketahui oleh keenam tersangka.
Selain modus tersebut, ketiga pihak PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah mendistribusikan bansos beras.
Selanjutnya, terdapat penagihan uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan kepada PT BGR. Untuk periode September-Desember 2020, PT BGR telah melakukan pembayaran senilai Rp151 miliar ke rekening PT PTP.
PT PTP lalu diduga menerbitkan beberapa rekayasa dokumen lelang dengan kembali mencatumkan backdate. Tidak hanya itu, pada periode Oktober 2020-Januari 2021, KPK menduga adanya penarikan uang Rp125 miliar dari rekening PTP namun tidak digunakan sama sekali untuk keperluan distribusi bansos beras.
Keenam tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan UU No.31/1999 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.