Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terdapat sejumlah modus yang digunakan dalam korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial 2020.
Pada perkara rasuah tersebut, KPK menetapkan enam orang tersangka salah satunya Direktur Utama BUMN PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR 2018-2021 Muhammad Kuncoro Wibowo. Sebagai informasi, dia juga sempat didapuk menjadi Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Perseroda) atau Transjakarta.
Kemudian, Direktur Komersial BGR 2018-2021 Budi Susanto, VP Operasional BGR 2018-2021 April Churniawan, Direktur Utama PT Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren, tim penasihat PT PTP Roni Ramdani, serta General Manager PT PTP sekaligus Direktur Utama PT Envio Global Persada Richard Cahyanto.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, BGR yang merupakan BUMN penyedia jasa logistik pada 2020 dipilih sebagai Kementerian Sosial (Kemensos) untuk mendistribusikan bansos beras, untuk KPM PKH dalam rangka penanganan dampak Covid-19. Nilai kontrak yang diteken yakni Rp326 miliar yang bersumber dari anggaran Kemensos.
Pada saat itu, BGR dipimpin oleh Kuncoro serta Budi dan April selaku pejabat direksi. Sebelum meneken kontrak penyaluran bansos beras PKH Covid-19, Budi meminta April untuk mencari rekanan sebagai konsultan pendamping.
Mendengar adanya informasi kebutuhan rekanan itu, Ivo dan Roni memasukkan penawaran harga menggunakan PT Danamon Indonesia Berkah (DIB), dan disetujui oleh pihak BGR. Harga pun disepakati oleh kedua belah pihak untuk lingkup pekerjaan pendampingan distribusi bansos beras.
Baca Juga
Namun demikian, April dengan sepengetahuan Kuncoro dan Budi justru secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard Cahyanto, untuk menggantikan PT DIB yang belum memiliki dokumen legalitas perusahaan yang jelas. Proses penggantian PT DIB dengan PT PTP tidak didahului dengan seleksi, dan settingan itu diketahui oleh keenam tersangka.
"Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW [Muhammad Kuncoro Wibowo] ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakti untuk dibuat mundur [backdate]," terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Rabu (23/8/2023).
Selain modus tersebut, ketiga pihak PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah mendistribusikan bansos beras.
"Atas ide IW [Ivo Wongkaren], RR [Roni Ramdani], dan RC [Richard Cahyanto], PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi BSB [bantuan sosial beras]," lanjut Alex.
Selanjutnya, Roni menagih pembyaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan kepada PT BGR. Untuk periode September-Desember 2020, PT BGR telah melakukan pembayaran senilai Rp151 miliar ke rekening PT PTP.
PT PTP lalu diduga menerbitkan beberapa rekayasa dokumen lelang dengan kembali mencatumkan backdate. Tidak hanya itu, pada periode Oktober 2020-Januari 2021, KPK menduga adanya penarikan uang Rp125 miliar dari rekening PTP namun tidak digunakan sama sekali untuk keperluan distribusi bansos beras.
Akibat perbuatan keenam tersangka, negara diduga mengalami kerugian keuangan sekitar Rp127,5 miliar.
"Secara pribadi yang dinikmati IW, RR, dan RC sejumlah sekitar Rp18,8 miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," terang Alex.
Keenam tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan UU No.31/1999 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.