Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era SBY Denny Indrayana menegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara terkait dengan kabar Mahkamah Konstitusi (MK) yang bakal menyetujui Pemilihan Umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup.
Seperti diketahui, Denny sebelumnya mengeklaim bahwa mendapatkan informasi dari sumber bahwa MK akan mengabulkan gugatan terhadap Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilu, sehingga bisa mengembalikan sistem pemilihan terbuka ke proporsional tertutup.
Klaim Denny itu menuai berbagai respons dari masyarakat hingga pejabat. Polri bahkan membuka kemungkinan untuk menyelidiki dugaan pembocoran rahasia negara itu.
"Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," terangnya dalam siaran pers, Selasa (30/5/2023).
Denny menyampaikan bahwa rahasia putusan MK tentu berada di lembaga tersebut. Oleh karena itu, dia menegaskan sumber informasi yang dia dapatkan bukan dari hakim maupun elemen lain di lingkungan MK.
Dia juga menegaskan bahwa informasi yang disampaikannya, Minggu (28/5/2023), tidak menyebut bahwa adanya bocoran mengenai putusan MK, lantaran memang belum ada putusan yang disampaikan secara resmi oleh lembaga tersebut.
Baca Juga
"Ini perlu saya tegaskan supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," tuturnya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu juga menyoroti cuitan Menko Polhukam Mahfud MD. Dalam cuitan tersebut, Mahfud meminta agar Polri mengusut sumber A1 yang diduga dimiliki oleh Denny.
"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah 'informasi dari A1' sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menko Polhukam Mahfud MD. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari 'Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," lanjut Denny.
Denny menegaskan bahwa informasi yang didapatkannya kredibel. Dia menyampaikan bahwa informasi yang disampaikan hanya bertujuan sebagai kontrol publik agar MK berhati-hati dalam memutus perkara.
Kendati MK belum membacakan putusan secara resmi, dia berharap agar lembaga peradilan tersebut tidak mengabulkan gugatan terhadap sistem Pemilu terbuka. Apalagi, jika sistem Pemilu berubah di tengah jalan, maka bisa menimbulkan kekacauan lantaran partai harus mengubah daftar bakal calon legislatif (caleg), yang sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kita mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Karena soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di parlemen [open legal policy]," ujarnya.
Sebelumnya, MK sudah memastikan bahwa agenda persidangan serta pengambilan keputusan oleh hakim belum dilakukan. Agenda pembacaan putusan baru akan dilakukan setelah putusan disiapkan oleh para hakim konstitusi.
"Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin, 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak. Setelah itu, perkara baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim dalam RPH," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Bisnis, Senin (29/5/2023).
Sejalan dengan hal tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut informasi dari Denny bisa menjadi preseden buruk hingga bisa dikategorikan sebagai pembocoran rahasia negara. Hal tersebut disampaikan Mahfud melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd.
Dia mendorong MK hingga Kepolisian untuk menyelidiki sumber informasi yang disebut oleh Denny. "Polisi hrs selidiki info A1 yg katanya menjadi sumber Denny agar tak jd spekulasi yg mengandung fitnah," ucapnya melalui media sosial Twitter, Minggu (28/5/2023).