Bisnis.com, JAKARTA – Pakar hukum Bivitri Susanti menilai Pasal 256 Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sangat mengancam demokrasi Indonesia.
Dalam pasal 256 RKUHP, disebutkan: “Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Bivit mengakui dalam pasal tersebut hanya mengatur tentang pemberitahuan. Meski begitu, dalam praktiknya sering kali kepolisian meminta tanda bukti pemberitahuan itu sehingga terkesan seperti saja dengan sebuah izin.
“Biasanya di lapangan kalau ditanya sama polisi, dia minta tanda buktinya tuh jadi seakan akan diperlakukan sebagai izin, nah ini yang mau dibakukan dalam RKUHP,” ujar Bivit kepada awak media seusai acara Ngopi dari Seberang Istana: Menelisik Zona Nyaman Jokowi di Amaris Hotel Juanda, Jakarta, Minggu (4/11/2022).
Padahal, lanjutnya, kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Oleh karenanya, pasal tersebut melanggar konstitusi.
Dia mengaku tak masalah jika mengirim pemberitahuan ke pihak kepolisian sebelum melakukan demonstrasi. Pemberitahuan itu, lanjutnya, akan berguna jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Baca Juga
“Kalau terjadi sesuatu, polisi sudah siap mengantisipasi sebagai penegak hukum,” ungkapnya.
Namun, dalam praktiknya, pemberitahuan dan izin kerap dipukul rata sehingga berpotensi disalahgunakan oleh oknum kepolisian untuk mencegah aksi demonstrasi.
“Begitu kebebasan berpendapat dan kebebasan berorganisasi dibungkam atau dihalangi maka sebenarnya demokrasi sudah runtuh. Intinya sebenarnya di situ,” jelasnya.
Sebenarnya, Bivitri mengatakan masih banyak pasal yang bermasalah dalam RKUHP. Pasal 256 hanya salah satunya. Oleh sebab itu, dirinya bersama Aliansi Reformasi KUHP akan coba terus menolak RKUHP.
Sebagai informasi, RKUHP direncanakan akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (6/12/2022).