Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Pers menyebut Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengancam kebebasan pers.
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra menyebut, bahwa sejak 2017, Dewan Pers telah menerima draf RUU KUHP. Setelah melakukan berbagai upaya pemahaman RUU tersebut, Dewan Pers menyampaikan sejumlah poin keberatan terhadap draf RUU KUHP.
Dewan Pers sudah menyampaikan catatan pada September 2019 kepada Ketua DPR terhadap sejumlah pasal RUU KUHP. Hanya saja, poin yang disampaikan tersebut tidak digubris dan diakomodasi dalam draf final veris 4 Juli 2022.
"Setelah mempelajari materi RUU KUHP versi terakhir 4 Juli 2022, Dewan Pers tidak melihat adanya perubahan pada 8 poin yang sudah diajukan," kata Azyumardi dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (15/7/2022).
Dia berharap, agar Anggota DPR memenuhi asas keterbukaan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No.12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dalam proses RUU KUHP.
"Dengan memberikan kesempatan seluruh lapisan masyarakat untuk memberikan masukan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan secara terbuka," kata Azyumardi.
Baca Juga
Ditegaskan, RUU KUHP memuat sejumlah pasal multitafsir, sejumlah pasal karet, serta tumpang tindih dengan aturan yang ada. Dia pun meminta agar sejumlah pasal dihapus dalam RKUHP. Hal ini lantaran bertentangan dengan semangat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999
Berikut daftar pasal yang diminta dihapus:
1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara.
2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013022/PUU-IV/2006.
3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah, serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) HARUS DIHAPUS karena sifat karet dari kata "penghinaan" dan "hasutan" sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi.
4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.
5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan.
6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan.
7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan, pencemaran nama baik.
9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.