Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dan Turki diharapkan memainkan peran untuk memediasi kelompok-kelompok perlawanan di Palestina usai pengumuman gencatan senjata hari ini, setelah 11 hari pertempuran Israel melawan Hamas menewaskan sedikitnya 240 orang termasuk anak-anak.
Hal itu dikemukakan oleh Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta dalam halalbihalal dengan kalangan pers di kantor Media Center Gelora, Jumat (21/5/2021).
Menurut Anis, setelah gencatan senjata dilaksanakan, potensi kemerdekaan Palestina dari Israel kian terbuka karena kuatnya dukungan negara-negara Timur Tengah dan negara Barat.
Dia mengatakan utang budi atas peristiwa Holocaust ketika jutaan orang Yahudi dibantai di Eropa sudah terbayarkan dengan pembantaian yang dilakukan oleh tentara Israel atas rakyat Palestina. Selama ini Eropa, terutama Jerman, tidak bersikap tegas pada Israel karena dianggap menjadi korban dalam peristiwa Holocaust yang diberlakukan di zaman kepemimpin Hitler di Jerman.
Oleh karena itu, sebutnya, dukungan negara-negara Eropa atas Israel mulai berkurang setelah menyaksikan kejadian terakhir di Gaza ketika banyak warga sipil terbunuh akibat serangan rudal Israel.
Atas alasan itulah, Anis menilai sebagai dua negara yang berpenduduk Islam terbesar, seharusnya Presiden Jokowi dan Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan bisa memainkan peran mediator di antara kelompok perlawanan seperti Hamas dan Fatah.
Baca Juga
Sejauh ini Hamas lebih banyak melakukan perjuangan bersenjata dalam menghadapi Israel, sedangkan Fatah lebih memilih cara diplomasi. Upaya Fatah dalam diplomasi mencapai puncaknya saat dicapainya Perjanjian Oslo pada 2004 soal pendirian dua negara Israel dan Palestina yang hidup berdampingan secara damai.
“Momen gencatan senjata ini bisa dimamfaatkan Indonesia dan Turki untuk memainkan peran memediasi kelompok perlawanan yang sekarang kian terlihat mulai bersatu,” ujar Anis.
Dia menambahkan bahwa gencatan senjata yang diumumkan tersebut pada dasarnya merupakan kemenangan bagi Hamas yang telah membuat sistem pertahanan Israel kewalahan. Apalagi sistem pertahanan Iron Dome milik Israel tidak mampu menghadapi serangan roket Hamas meski korban tewas di pihak Hamas lebih banyak dari Israel.