Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilai 100 Hari Kinerja Joe Biden Pimpin AS

Menilai kinerja seorang presiden AS setelah 100 hari menjabat dimulai pada masa jabatan pertama Franklin Roosevelt tahun 1933.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden./Antara-Reuters
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden AS Joe Biden menyelesaikan 100 hari masa jabatannya pada Jumat, 30 April 2021.

Menilai kinerja seorang presiden setelah 100 hari menjabat adalah tradisi politik Amerika. Menurut para sejarawan, hal itu dimulai pada masa jabatan pertama Franklin Roosevelt tahun 1933, ketika ia memulai tindakan cepat untuk melawan Depresi Besar.

Dilansir Channel News Asia, Rabu (28/4/2021), berikut beberapa masalah kebijakan utama dalam 100 hari pertama Biden dan bagaimana keadaannya sejauh ini.

1. Respons atas Covid-19

Janji utama Covid-19 Biden adalah 100 juta vaksinasi pada 100 hari pertamanya berkantor di Gedung Putih. Kini sekitar 290 juta suntikan telah didistribusikan, lebih dari 230 juta diberikan, dan sekitar 96 juta orang Amerika telah divaksinasi penuh, 29 persen dari populasi.

Kampanye vaksinasi Biden dibangun di atas upaya yang dimulai di bawah Presiden Donald Trump untuk memproduksi dan mendistribusikan suntikan. Tetapi Bidden menambahkan lokasi vaksinasi massal dan menggalang lembaga pemerintah untuk membantu upaya distribusi.

Amerika Serikat sekarang telah memvaksinasi lebih banyak orang daripada negara lain, meskipun pandemi telah menewaskan 572.000 orang, lebih banyak dari negara lain juga.

Sebelumnya lebih dari 3.000 orang meninggal setiap hari, sekarang angka itu di bawah 700 sehari.

Terkait vaksin, pemerintah Biden juga akhirnya mengumumkan rencana untuk membagikan stok vaksin Covid-19 AstraZeneca ke negara.

Gedung Putih menyatakan bahwa sebanyak 60 juta dosis vaksin AstraZeneca akan dikirim ke luar negeri dalam beberapa bulan mendatang, tetapi tidak disebutkan di mana tepatnya vaksin tersebut akan didistribusikan.

“Saat ini stok vaksin AstraZeneca kami kosongkan,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki.

Dia mencatat, bahwa regulator AS masih perlu meninjau kualitas vaksin yang sudah diproduksi seperti dikutip Aljazeera.com, Selasa (27/4/2021).

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) belum mengizinkan vaksin AstraZeneca untuk digunakan di AS, yang mencatat jumlah infeksi dan kematian Covid-19 tertinggi di dunia.

Psaki mengatakan, sebanyak 10 juta dosis AstraZeneca akan diekspor "dalam beberapa minggu mendatang", sementara sekitar 50 juta lebih dosis sedang diproduksi dan akan dikirim pada Mei dan Juni.

Pemeritah AS belum memutuskan bagaimana cara membagikan vaksin tersebut, tambahnya.

“Kami akan mempertimbangkan berbagai opsi dari negara mitra kami dan, tentu saja, sebagian besar akan melalui hubungan langsung.”

Pengumuman itu datang ketika AS menghadapi tekanan yang semakin besar untuk berbagi vaksin Covid-19, terutama dengan negara-negara yang terkena dampak paling parah seperti India.

2. Pekerjaan dan Ekonomi

Biden, yang berasal dari kubu Demokrat, mengabdikan sebagian besar minggu pertamanya di kantor untuk mengesahkan RUU stimulus sebesar US$1,9 triliun untuk membatasi dampak ekonomi pandemi.

Dibantu oleh rencana stimulus untuk keluarga dan bisnis dan juga peluncuran vaksin yang stabil, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 7 persen tahun ini. Hal itu merupakan capaian tercepat sejak 1984. Ini akan mengikuti kontraksi 3,5 persen tahun lalu.

Hampir 1 juta pekerjaan bertambah pada Maret, naik dari 379.000 pada Februari. Peningkatan tersebut diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan berlanjutnya perdagangan. Orang-orang menjadi nyaman kembali makan di restoran dan layanan langsung lainnya.

Namun kesenjangan dalam tingkat pekerjaan dibandingkan dengan bulan-bulan sebelum pandemi tetap besar. Hal itu terkonsentrasi di industri seperti rekreasi dan perhotelan yang merupakan sumber pekerjaan penting bagi mereka yang kurang terampil.

Biden secara tidak terduga terbukti keras terhadap kebijakan luar negeri terkait penantang utama Amerika. Dia telah menjatuhkan sanksi kepada Rusia sebagai tanggapan atas campur tangan Moskow dalam pemilu 2020 dan peretasan dunia maya besar-besaran yang dikaitkan dengan Rusia. Biden juga terang-terangan menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pembunuh.

Biden mempertahankan sanksi era Trump terhadap Iran dan menolak mencabutnya sebagai syarat untuk melibatkan Teheran dalam negosiasi langsung mengenai program nuklirnya.

Bidan mempertahankan kebijakan tarif perdagangan era Trump terhadap China. Selain itu, Biden  mengizinkan diplomat AS mengunjungi Taiwan.

Tak lupa, Biden juga meningkatkan tekanan pada China atas perlakuannya terhadap warga Uighur di provinsi Xinjiang dan tindakan kerasnya terhadap aktivis demokrasi di Hong Kong.

Posisi kebijakan tersebut telah menunjukkan bahwa ancaman yang ditimbulkan Beijing sekarang sebagian besar dilihat sebagai masalah bipartisan di Amerika Serikat.

Biden, bagaimanapun, telah mengakhiri hubungan AS yang nyaman antara Trump dengan Arab Saudi. Biden menjauhkan dirinya dari pemimpin yang menunggu di Riyadh, Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Biden juga mengesampingkan kekhawatiran tentang kemarahan sekutu NATO, Turki. Ia secara resmi mengakui bahwa pembantaian orang-orang Armenia pada masa Kekaisaran Ottoman tahun 1915 merupakan genosida.

Biden bergerak cepat untuk membalikkan beberapa kebijakan imigrasi garis keras Trump. Di sisi lain, ia harus berjuang menghadapi peningkatan tajam kedatangan migran di perbatasan AS-Meksiko. Gelombang migran itu termasuk puluhan ribu keluarga dan anak-anak tanpa pendamping.

Biden menghentikan sebagian besar pembangunan tembok perbatasan Trump. Selain itu, Biden membatalkan larangan perjalanan yang diterapkan pendahulunya dari Partai Republik itu atas 13 negara mayoritas Muslim dan Afrika. Pencabutan larangan dilakukan berdasar perintah eksekutif segera setelah Biden menjabat.

Dalam beberapa bulan terakhir, anak-anak tanpa pendamping telah didukung di stasiun perbatasan yang padat. Bahkan, pemerintahan Biden, bergerak cepat membuka ribuan tempat tidur darurat.

Biden meninggalkan kebijakan Covid-19 era Trump yang memblokir akses suaka bagi banyak orang yang tiba di perbatasan. Hal itu dilakukan karena alasan kesehatan. Sementara itu, para pendukung imigran khawatir bahwa pencari suaka yang sah ditolak.

Biden juga berjanji meningkatkan jumlah pengungsi yang diizinkan masuk ke Amerika Serikat. Tetapi kemudian Biden mundur dan terjebak dengan batas atas yang ditetapkan Trump yang secara historis rendah untuk tahun ini.

3. Senjata dan Kebijakan

Kasus penembakan massal di AS, yang melambat selama penguncian virus Corona, melonjak lagi pada 2021, menjadi 163 peristiwa pada 26 April. Hal itu jauh dibandingkan dengan 94 peristiwa pada periode yang sama di tahun sebelumnya, menurut Arsip Kekerasan Senjata.

Kenaikan ini menunjukkan betapa kecilnya kekuatan langsung yang dimiliki Biden sebagai presiden untuk mengubah mudahnya orang Amerika mengakses senjata api. Kampanye Biden bersama korban kekerasan senjata dan janji melakukan tindakan belum mampu mengubah kondisi yang ada.

Biden telah menyerukan perubahan hukum yang luas, termasuk melarang senjata serbu model militer dan magasin amunisi berkapasitas besar, tetapi tindakan seperti itu harus lolos dulu di Kongres.

Dia mendorong Departemen Kehakiman menindak penggunaan senjata yang dirakit sendiri. Bidem juga mengusulkan anggaran dengan tambahan ratusan juta dolar untuk langkah-langkah seperti memulai program pembelian kembali senjata secara sukarela.

Dia tidak memenuhi janji untuk membuat laporan komisi tentang reformasi pengawasan senjata Departemen Kehakiman atau tentang kegagalan dalam program pemeriksaan latar belakang.

Biden juga mundur dari janji kampanye untuk meluncurkan komisi pengawasan guna menangani kekerasan polisi yang berlebihan dan meningkatkan pelatihan polisi. Demikian pula dengan janji akan menggunakan kewenangan Departemen Kehakiman untuk menyelidiki departemen kepolisian setempat atas pelanggaran hak-hak sipil yang sistematis.

4. Perubahan

Biden bergerak cepat agar Amerika Serikat bergabung kembali dalam Perjanjian Paris 2015 untuk mengatasi perubahan iklim.

KTT yang digelar Biden menjadi ajang untuk meyakinkan negara lain bahwa Amerika Serikat kembali menjadi pemimpin dalam masalah ini.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump menarik diri dari Perjanjian Paris terkait pengurangan emisi global.

Biden membawa Amerika Serikat kembali ke dalam perjanjian iklim pada awal pemerintahannya di Januari. Gedung Putih berencana secepatnya mengungkap komitmen baru untuk mengurangi emisi gas rumah kaca AS pada tahun 2030.

Menanggapi peringatan yang semakin mengerikan atas ancaman perubahan iklim dan tekanan dari generasi baru aktivis, tindakan pemerintahan Biden melampaui ambisi Presiden Barack Obama.

Minggu lalu, dia mengumumkan target mengurangi setengah emisi dari level 2005, hampir menggandakan target yang ditetapkan Obama, mantan bosnya.

Untuk membantu mencapai target itu, Biden telah menyusun rencana infrastruktur senilai US$ 2 triliun yang mencakup miliaran investasi dalam kendaraan listrik dan energi bersih. Menurutnya hal itu akan menciptakan jutaan pekerjaan dengan gaji yang baik.

Pemerintahan Biden telah menghentikan sewa minyak dan gas baru di tanah dan perairan federal. Hal itu secara luas dilihat sebagai langkah pertama menuju larangan permanen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper