Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik senior KPK Novel Baswedan sedang menjadi sorotan terkait cuitannya terkait meninggalnya Ustaz Maaher At-Thuwailibi.
Novel dilaporkan ke polisi akibat cuitannya tersebut.
Mengomentari hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Suparji Ahmad menilai cuitan Novel Baswedan merupakan pendapat, bukan provokasi apalagi hoaks.
"Unsur hasutan dan provokasi tidak terpenuhi dari cuitan tersebut. Cuitan itu lebih kepada pandangan dan pendapat atas suatu peristiwa, yaitu terkait wafatnya Maaher At-Thuwailibi," kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).
Ia pun meminta masyarakat agar selektif dalam membuat laporan ke polisi.
Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) itu mengingatkan jangan sampai setiap pendapat yang berseberangan selalu dilaporkan ke polisi karena perbedaan pandangan tidak bisa dihindari dalam demokrasi.
Baca Juga
Ia mengatakan setiap kritik, pandangan, dan pendapat merupakan keniscayaan dalam demokrasi sehingga pendapat tidak dapat dikonstruksikan atau ditransformasikan menjadi hasutan atau penyebaran berita bohong.
"Selain itu, juga penyelesaian melalui mekanisme hukum pidana merupakan 'ultimum remidium' alias upaya pamungkas," ujar Suparji.
Suparji juga meminta polisi dalam menanggapi laporan masyarakat perlu mengedepankan restorative justice dan mediasi penal. Konsep presisi, kata dia, hendaknya dilaksanakan secara konsisten.
"Antara lain dengan membuat hukum yang prediktif, responsibilitas, transparan, dan berkeadilan. Jadi laporan ini menurut saya, direspons dengan lebih persuasif," tuturnya.
Diketahui, Ormas Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) melaporkan Novel ke Bareskrim Polri lantaran dianggap melakukan provokasi atas cuitannya di akun Twitter Novel yang mengomentari wafatnya Ustaz Maaher di Rutan Bareskrim.
"Kami melaporkan Saudara Novel Baswedan karena dia telah melakukan cuitan di Twitter yang diduga (mengandung) ujaran hoaks dan provokasi," kata Wakil Ketua DPP PPMK Joko Priyoski di Kantor Bareskrim Polri Jakarta, Kamis (11/2).
Dalam pelaporan itu, pihaknya menuding Novel Baswedan melanggar Pasal 14, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2016 tentang ITE.
Joko mengatakan pihaknya juga akan mengadukan Novel ke Dewan Pengawas KPK karena bukan kewenangan Novel sebagai penyidik mengomentari kematian Ustaz Maaher.
Sebelumnya, Novel merasa miris mendengar kabar meninggalnya Ustaz Maaher di Rutan Bareskrim Polri. Novel meminta supaya aparat penegak hukum tidak keterlaluan dalam menangani perkara yang bukan extraordinary crime.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Orang sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jangan keterlaluanlah. Apalagi dengan ustadz. Ini bukan sepele lho.." cuit Novel melalui akun Twitter @nazaqistsha, Selasa (9/2/2021).
Komentar Tokoh
Sementara itu sejumlah tokoh menilai negatif langkah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) melaporkan Novel Baswedan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan tidak segala hal mesti dilaporkan ke pihak kepolisian di tengah era media sosial saat ini. Apalagi, jika tolak ukur yang dipakai hanya berdasar pada persoalan selera.
“Tidak semua yang kita tidak sukai harus dilaporkan ke polisi,” cuit Beka melalui akun twitter pribadinya pada Jumat (12/2/2021).
Di sisi lain, Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan menaruh simpati kepada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu. Lantaran, dia mengatakan, Novel sempat disiram air keras, diserang isu taliban dan saat ini dilaporkan ke pihak kepolisian akibat sebuah cuitan.
“Novel Baswedan seperti tidak punya tempat nyaman. Semangat bung! Mendukungmu tidak perlu kirim karangan bunga toh?” cuit Hinca melalui akun twitter pribadinya pada Jumat (12/2/2021).