Bisnis.com, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) kembali menyatakan keberatannya saat dikaitkan dengan perkara suap bantuan sosial (bansos) yang menyeret salah satu kadernya, Juliari P Batubara.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan, Bambang "Patjul" Wuryanto mengaku geram ketika PDIP disangkut pautkan dengan kasus korupsi tersebut.
Dia bahkan menantang semua pihak yang menuding partainya memperoleh upeti atau jatah dari aliran suap dana Bansos Covid-19 untuk membuktikannya.
“Saya pastikan dia nggak bisa membuktikan, saya Ketua Pemenangan Pemilunya. Kasih tahu kalau Ketua Pemenangan Pemilunya marah,” jelas Bambang Patjul dikutip dari laman resmi PDIP, Jumat (25/12/2020).
Pernyataan politisi PDIP itu merepons laporan yang memberitakan, bahwa sejumlah pejabat hingga para calon kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan diduga ikut menerima aliran dana dari perkara dugaan suap Bansos Covid-19 ini.
Aliran dana ini bahkan disebut diterima oleh seorang Ketua Komisi di DPR RI hingga pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Program bantuan bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19 tersebut diduga dirancang untuk menjadi proyek bersama.
Sehingga melalui pernyataan resmi ini, dengan tegas PDI Perjuangan, begitu geram dan keberatan atas ketidakbenaran fakta yang dituduhkan oleh semua pihak sebagai usaha mendelegitimasi kepercayaan publik kepada PDI Perjuangan.
Adapun, KPK telah menetapkan eks Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan Covid-19.
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.