Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri tengah menelusuri aset milik tersangka Maria Pauline Lumowa baik di luar negeri maupun di Indonesia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setyono mengatakan bahwa penelusuran aset milik tersangka itu dilakukan dalam rangka pengembalian kerugian negara atas kasus dugaan tindak pidana pembobolan kas PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. sebesar Rp1,7 triliun beberapa tahun lalu.
"Tentunya penelusuran aset ini akan menjadi PR dan akan dilakukan tracing kemana larinya uang dari BNI tersebut," tuturnya, Senin (13/7/2020).
Menurutnya, Bareskrim Polri masih melakukan pemeriksaan terhadap para saksi yang diduga mengetahui peristiwa tindak pidana pembobolan BNI tersebut.
Dia optimistis tim penyidik tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyita aset tersangka Maria Pauline Lumowa. "Kami masih periksa sejumlah saksi terkait kasus tersebut," katanya.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Baca Juga
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003.
Pelarian Maria Pauline itu terjadi sebulan sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.