Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bareskrim Diminta Tak Paksakan Kasus Perdata ke Ranah Pidana

Hal itu diungkapkan pakar hukum perbankan sekaligus mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein.
Mantan Kepala PPATK Yunus Husein/JIBI-Bisnis-Nurul Hidayat
Mantan Kepala PPATK Yunus Husein/JIBI-Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri diminta tidak memaksakan kasus perdata masuk ke ranah pidana, sebelum perkara perdatanya diputus oleh Pengadilan.

Pakar Hukum Perbankan Yunus Husein menyebut bahwa dalam perkara tindak pidana perbankan antara debitur Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku Direksi PT Ratu Kharisma dengan PT Bank Swadesi yang kini diakuisisi oleh PT Bank of India Indonesia adalah kasus perdata yang harus diselesaikan terlebih dulu, sebelum masuk ke ranah pidana.

Mantan Kepala PPATK yang diundang oleh penyidik Bareskrim Polri untuk jadi saksi ahli dalam perkara tersebut berpandangan bahwa penerapan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan yang kini menjerat 20 orang tersangka merupakan ranah perdata yaitu kesalahan administrasi yang bisa diperbaiki lewat kesepakatan dua belah pihak yang berperkara.

"Penyelesaian sengketa kasus perdata itu harus mengedepankan perdatanya bukan pidana. Jadi Pasal 49 itu tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan, tapi langkah yang di perintahkan oleh otoritas dalam hal ini BI atau OJK,” tuturnya usai menjadi saksi ahli di Bareskrim Polri, Kamis (8/7/2020).

Yunus mengatakan bahwa dalam beberapa kasus lain, banyak bank dilaporkan secara pidana oleh debitur-debitur bermasalah. Langkah debitur nakal tersebut menurutnya adalah modus agar terbebas dari kewajibanya.

Yunus menekankan dalam kondisi perekonomian yang saat ini terdampak oleh wabah Covid-19, bank memiliki fungsi penting untuk mensuplai likuiditas kepada pereknomian.

“Lewat diskusi dengan penyidik kita berharap polisi merekonstruksi ulang agar modus-modus para debitur nakal ini tidak membuat dunia perbankan ketakutan,” katanya.

Kasus ini berawal ketika pada awal 2008, Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku Direksi PT Ratu Kharisma mengajukan permohonan kredit ke Bank Swadesi yang kini telah diakuisisi oleh PT Bank of India Indonesia sebesar Rp10,5 miliar dengan agunan senilai Rp13,5 miliar.

Dalam perjalanannya, pihak Rita tidak membayar cicilan kepada bank. Kemudian, setelah melalui proses mediasi, pihak bank melalui Kantor Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar melakukan lelang aset yang dilakukan terbuka. Hasilnya, aset yang diagunkan oleh Rita berupa tanah seluas 1.520 meter persegi (M2) di daerah Seminyak, Bali laku dalam lelang tersebut senilai Rp6,39miliar.

Pihak Rita tidak puas dengan hasil lelang tersebut karena nilai lelang jauh di bawah nilai aset yang diagunkannya. Setelah melalui proses panjang, akhirnya pihak Rita melaporkan komisaris, direksi, dan karyawan Bank Swadesi ke Polda Metro Bali atas dugaan melakukan tindak pindana perbankan.

Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri dan menetapkan status tersangka kepada 20 karyawan, komisaris, maupun direksi yang notabene telah pensiun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper