Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Keuangan dan Administrasi PT Dirgantara Indonesia (Persero), Hermawan Hadi Mulyana tidak memenuhi pemanggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada har ini, Senin (6/7/2020).
Sedianya yang bersangkutan bakal dipanggil untuk melengkapi berkas perkara tersangka kasus korupsi PT Dirgantara Budi Susanto. "Pemeriksaan akan dijadwalkan ulang namun belum ditentukan waktunya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (6/7/2020).
Selain Hermawan satu saksi lainnya terkait kasus korupsi penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PT DI), Achmad Azar selaku Manajer Penagihan PT DI juga tidak hadir. Ali mengatakan pemeriksaan Azar dilakukan di Bali. "Pemeriksaan dilakukan di Bali," kata Ali.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration dan Budiman Saleh serta Arie Wibowo menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Rapat itu juga membahas biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
"Selanjutnya Tersangka BS (Budi Santoso) mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.
Baca Juga
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penjunjukkan langsung dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI. Pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Budi Santoso kemudian memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.
“Mulai bulan juni tahun 2008 sampai dengan tahun 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT DI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama,” kata Firli.
Selanjutnya, pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai dengan 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada 6 perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.
“Bahwa setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI di antaranya Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh,” kata Firli.
Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta. Atas perbuatannya, Budi Santoso dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.