Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengklaim tidak ada kematian yang tidak wajar yang dialami oleh petugas pemilu yang bertugas pada 17 April 2019.
Seperti diketahui, beredar informasi di media sosial bahwa sejumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal karena diracun.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan informasi yang disebarkan bahwa anggota KPPS itu meninggal karena diracun adalah tidak benar. Informasi itu dianggap Moeldoko sebagai informasi sesat.
"Seolah ada racun, tetek bengek, ini sudah berpikir yang sesat ini. Tidak ada. Harus kita jelaskan cukup gamblang kepada masyarakat agar masyarakat tidak tanda tanya kondisinya seperti apa," kata Moeldoko di kantornya, Selasa (1/5/2019).
Pernyataan itu disampaikan oleh Moeldoko setelah rapat bersama Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Arif Rahman Hakim dan perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Nila menyatakan data menunjukkan jumlah anggota KPPS yang meninggal sebanyak 485 orang dan sakit 10.997 orang dalam penyelenggaraan Pemilu 17 April 2019. Nila menyatakan pihaknya telah meminta dinas kesehatan di seluruh Indonesia untuk melakukan audit medis kematian yang terjadi di rumah sakit.
Baca Juga
Berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Kesehatan, kematian paling banyak dengan porsi sekitar 51-53 persen disebabkan penyakit kardiovaskular atau jantung, termasuk stroke dan hipertensi.
Selain karena kardiovaskular, Nila menyatakan kematian juga banyak disebabkan oleh kecelakaan dengan porsi 9 persen dan asma atau gagal pernapasan 5 persen.
"Jadi dalam hal ini, data yang masuk memang belum total. Kami tetap mendorong agar kepala dinas kesehatan mengumpulkan data tersebut. Ini yang disebut audit medik," kata Nila.
Dia menyatakan kematian terbanyak terjadi di Jawa barat, diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurutnya, tidak ada kematian di Maluku Utara. Di samping itu, Nila menyatakan anggota KPPS yang meninggal paling banyak dengan porsi 54 persen berusia di atas 50 tahun.
Nila menyatakan Kementerian Kesehatan akan melakukan autopsi verbal di mana tim independen yang terdiri dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia akan meneliti anggota KPPS yang meninggal di luar rumah sakit.
"Autopsi verbal, bukan autopsi forensik. Artinya, penyebab kematian ditanyakan ke keluarga atau orang-orang di sekitarnya. Dengan begitu kita bisa mendapatkan diagnosis autopsi verbal ini ketepatannya 80 persen tepat," kata Nila.