Kabar24.com,JAKARTA - Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari siap membuktikan seluruh hartanya jika Komisi Pemberantasan Korupsi berupaya menjerat dirinya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Saya siap membuktikan. Kalau pencucian uang harus ada pembuktian terbalik,” ujarnya, ditemui usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jumat (13/10/2017).
Rita menjelaskan terkait kepemilikan mobil sejauh ini dia hanya memiliki satu mobil yakni Toyota Alphard. Empat mobil lain yakni Everest digunakan saat kampanye, kemudian Land Cruiser merupakan milik Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara dan Hammer kepunyaan ibunya.
KPK telah menetapkan Rita Widyasari sebagai tersangka bersama Khairudin, ketua tim suksesnya dalam Pilgub Kalimantan Timur mendatang, serta Tim 11 yang diduga memiliki kaitan dengan berbagai proyek di lingkungan Pemkab Kukar.
Adapun tersangka lainnya adalah Hery Susanto Gun, Dirut PT Sawit Golden Prima (SGP).
Hery diduga memberikan uang Rp6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin lokasi untuk keperluan lahan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kukar kepada PT SGP.
Baca Juga
Suap itu diduga diterima sekitar Juli dan Agustus 2010 dan terindikasi pemberian suap bertujuan untuk memuluskan proses perizinan lokasi perkebunan.
Selain suap, Rita juga diduga bersama-sama Khairudin menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya yakni uang sebesar US$775.000 atau setara Rp6,9 miliar.
Gratifikasi ini berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara selama masa jabatan tersangka.
KPK menjerat Rita dalam statusnya sebagai tersangka penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 yang diperbaharui dalam UU No.20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, bersama-sama dengan Khairudin sebagai tersangka penerima gratifikasi, Rita dan kompatriotnya tersebut dijerat dengan Pasal 12 B UU yang sama juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Hery dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.